Sabtu 23 Nov 2019 05:03 WIB

Sehat itu Nikmah

Baginda Nabi SAW menasihati kita agar meminta nikmat tersebut kepada Allah SWT

Umat Islam
Umat Islam

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasan Basri Tanjung

Sungguh, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi nikmat kepada kita berupa iman dan Islam. Lalu, apalagi nikmat yang paling besar nilainya bagi kehidupan seorang Muslim di dunia ini? Tiada lain, kecuali sehat wal-afiat (ash-shihhah wal 'aafiyah). Yakni, kesehatan yang mengarahkan untuk melakukan ketaatan dan menebar kemanfaatan di tengah masyarakat. Bukan pula sebaliknya, yakni kesehatan yang mendorong kepada kemaksiatan dan kerusakan (sihhah wal-ma'shiyah).

Baginda Nabi SAW menasihati kita agar meminta nikmat tersebut kepada Allah SWT dalam lantunan doa, seperti diriwayatkan Anas Bin Malik RA bahwa suatu hari Nabi Muhammad SAW didatangi seseorang, seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, doa apa yang paling utama?" Beliau menjawab, "Mintalah pemaafan (al-afwu) dan ke sehatan(al-'afiyah) kepada Rabbmu di dunia dan akhirat." Kemudian, lelaki itu datang lagi esok hari dan bertanya, "Wahai Rasulullah, doa apa yang paling utama?"

Beliau menjawab, "Mintalah pemaafan dan kesehatan kepada Rabbmu di dunia dan akhirat". Kemudian, ia datang lagi di hari ketiga, kemudian bertanya, "Wahai Nabi Allah, doa apa yang paling utama?" Beliau menjawab, "Mintalah pemaafan dan kesehatan kepada Rabbmu di dunia dan akhirat. Jika kamu telah diberi maaf dan sehat di dunia dan akhirat, kamu telah beruntung." (HR Ibnu Majah).

Boleh jadi karena kesadaran akan kedua nikmat tersebut membuat kita mengerti bahwa selalu ada peluang untuk salah, baik kecil maupun besar, sengaja maupun tidak. Begitu pula halnya dengan keteledoran yang membuat kita jatuh sakit. Kalaulah bukan karena pemaafaan (pengampunan) atas kelemahan dan karunia sehat dari Allah SWT, kita akan terbelenggu kesalahan dan didera sakit berkepanjangan. (QS 2:286, 26:60).

Salah satu yang membuat kita jatuh sakit adalah ketidakseimbangan atau berlebihan dalam segala tindakan atau aktivitas, baik dalam kerja, makan, tidur maupun ibadah. Nabi SAW pernah bersabda, "dua nikmat yang sering kali dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang. (HR Bukhari). Kadang, kita perlu diberi sedikit sakit agar mengerti arti sehat dan mensyukurinya. Juga, sering kali kita susah diberi pengertian kecuali jika sudah kehilangan karunia itu.

Bukankah kita baru sadar akan nikmatnya mata, keti ka sakit mata atau mengerti nikmatnya lidah, jika saria wan ? Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari pernah berkata, "Orang yang tidak mengetahui nilai nikmat tatkala memper olehnya, ia akan mengetahuinya tatkala sudah lepas darinya". Suatu hari Salman al-Farisi RA mengunjungi Abu Dar da RA. Lalu, ia hidangkan makanan, sedang ia berpuasa. Sang tamu pun memaksanya untuk makan bersama.

Ketika malam hari, Abu Darda beranjak shalat, tapi disuruh tidur kembali. Hal tersebut terulang hingga tiga kali. Ketika di akhir malam, mereka pun shalat bersama. Setelah itu, Salman berkata, "Sesungguhnya Rabbmu memiliki hak atas dirimu, badanmu memiliki hak atas dirimu, dan istrimu memiliki hak atas dirimu. Maka, berikanlah haknya pada setiap yang memiliki hak." Selang beberapa saat, Nabi SAW datang dan diberitahukan kejadian tersebut. Nabi SAW bersabda, "Salman benar". (HR Bukhari).

Sungguh, agama mengajarkan keseimbangan agar hi dup menjadi sehat. Sehat itu nikmat dan mahal harga nya. Gunakan sehat sebelum sakit mendera. Sebab, sakit itu tak enak dan banyak hal tak bisa dilakukan, termasuk iba dah dengan baik kepada Allah SWT. Wallahu a'lam bishshawab.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement