REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) komitmen untuk mendorong usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk naik kelas. Hal itu diperlukan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi nasional tetap berada pada tren yang positif di tengah tantangan global yang semakin berat. UMKM selama ini dianggap paling tahan terhadap resistensi ekonomi sehingga keberadaannya perlu untuk terus dikuatkan.
Data dari Kemenkop dan UKM yang telah diolah menyatakan bahwa kontribusi UMKM dalam struktur PDB cukup signifikan yaitu 60,34 persen. Sektor ini juga memberikan ruang bagi penyerapan tenaga kerja nasional hingga 97 persen dan 14,17 persen dari total ekspor. Sementara jumlah UMKM sendiri saat ini mencapai 64,2 juta UMKM dengan total investasi mencapai 58,18 persen.
Deputi Restrukturisasi Usaha Kemenkop dan UKM, Abdul Kadir Damanik, mengatakan potensi sektor UMKM untuk mendorong pertumbuhan ekonomi atau PDB nasional terus bertumbuh sangat besar. Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar pertumbuhan ekonomi tersebut bisa melesat sehingga tidak stagnan di sekitar 5 persenan yaitu dengan mendorong UMKM naik kelas.
Menurutnya, apabila ada UMKM yang naik kelas sekitar 2,5 persen dari jumlah total maka kenaikan PDB berpotensi mencapai tumbuh Rp 486 triliun atau setara pertumbuhan ekonomi 5,88 persen. Sementara jika ada 10 persen UMKM yang naik kelas peluang PDB akan tumbuh sebesar Rp 936 triliun atau setara PDB 6,59 persen. Kemudian, masih Abdul Kadir Damanik, jika ada UMKM yang tumbuh besar sebesar 10 persen maka potensi pendapatan negara akan tumbuh sekitar Rp 1.872 triliun atau setara pertumbuhan PDB sebesar 8 persen.
“UMKM naik kelas itu penting, sebab persentase UMKM yang naik kelas itu akan menentukan, akan mendorong pertumbuhan ekonomi kita. Masalahnya, UMKM kita ini masih banyak yang belum percaya diri,” kata Abdul Kadir Damanik dalam forum diskusi bertema Menjaring Kemitraan, Perkuat UMKM Naik Kelas di Pressroom Kemenkop dan UKM Jakarta, Selasa (26/11).
Dijelaskannya bahwa beberapa persoalan yang kerap dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah SDM dan Manajemen yang terbatas dan kurang memanfaatkan teknologi dalam hal produksi hingga pemasaran. Inovasi dari rata-rata UMKM selama ini juga masih minim sehingga bisnis UMKM kerap jalan di tempat.
Belum lagi persoalan financial atau modal usaha yang kadang menghambat pelaku UMKM untuk meningkatkan produktifitasnya. Persoalan terakhir yaitu keterbatasan akses pemasaran dan juga penyediaan bahan baku.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Abdul Kadir Damanik menyatakan bahwa pihaknya sudah menyiapkan enam strategi jitu. Pertama, Kemenkop dan UKM komitmen untuk memberikan akses pasar yang lebih luas bagi UMKM sektor produksi atau jasa. Kedua adalah dengan memberikan dukungan pembiayaan ketika UMKM tidak dapat mengakses pembiayaan melalui perbankan. Ketiga, Kemenkop dan UKM juga menjamin akan terus memberikan kemudahan serta kesempatan berusaha.
Strategi keempat yaitu meningkatkan daya siang produk UMKM dengan mendorong UMKM memiliki standar kualitas mutu tertentu. Kelima, pengembangan kapasitas manajemen SDM pelaku UMKM dengan terus melakukan pendampingan baik secara online ataupun offline. Keenam, Kemenkop dan UKM akan terus bersinergi dengan Kementerian dan Lembaga terkait dan stakeholder lainnya agar lima strategi tersebut dapat berjalan sesuai harapan.
“Dari itu (strategi) kita harapkan bisa ada perubahan dimana UMKM bisa menjadi bagian dari global value chain. Kemudian juga bisa tetap melahirkan enterpreneur baru. Itu yang akan kita tuju dalam 5 tahun kedepan,” pungkas Abdul Kadir Damanik.
Di tempat yang sama, Ketua Koperasi Telekomunikasi Selular (Kisel), Suryo Hadiyanto, menambahkan untuk bisa menscale up koperasi dan UMKM perlu ada terobosan-terobosan yang dilakukan oleh pengurus koperasi atau pelaku UMKM itu sendiri. Menurutnya koperasi dan UMKM wajib memanfaatkan perkembangan teknologi untuk dapat memasarkan produk-produknya. Dengan begitu pangsa pasar dari koperasi dan UMKM juga akan semakin luas.
Setidaknya, Kisel melakukan tiga terobosan yaitu dengan membuat sebuah aplikasi, memperluas channel dan platform baru. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah memastikan bahwa produk-produk dan layanan dari Kisel tersertifikasi atau memenuhi standar yang ditentukan. Dengan begitu daya saing dan tingkat kepercayaan customer terhadap produk dan layanan dari Kisel terjamin.
“Kita bangun people, sistem dan teknologi. Kita juga sertifikasi SDM kita sebab bagaimanapun sebagai institusi kalau kita sendiri tidak bisa berikan standar mutu tingkat internasional, nggak mungkin customer kita percaya. Dengan punya sertifikasi itu bahkan semua unicorn mau kerjasama dengan kita, karena mereka firm dan yakin Kisel udah ikuti standar dunia,” kata Suryo.
Suryo menjelaskan Kisel saat ini beranggotakan 6.797 orang yang merupakan karyawan dari PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Kisel sendiri memiliki tiga unit bisnis utamanya yaitu Sales and Channel (S&C), General Services (GS), dan Telco Infrastructure & Power Engeenering. Dari tiga unit bisnis ini Kisel berhasil mendirikan lima perusahaan yaitu PT Kinarya Alih Daya Mandiri (KAM), PT Kinarya Alih Selaras (KST), PT Kinarya Selaras Piranti (KSP), PT Kinarya Selaras Solusi (KSS) dan PT Kinarya Mandiri Konstruksi.
Suryo menyatakan Kisel menargetkan pada tahun 2020 membidik target omset hingga Rp 7 triliun. Dengan digitalisasi usaha dan inovasi yang terus dilakukan oleh Kisel saat ini bisa mencapai omset sebesar Rp 6 triliun. “Tahun 2020 nanti kita harap bisa sentuh Rp 7 triliun, kalau bisa kita optimalkan lagi agar bisa mencapai Rp 8 triliun,” pungkas Suryo.