Kamis 28 Nov 2019 15:30 WIB

Meksiko Tolak Intervensi AS Bersihkan Kartel Narkoba

Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador menolak intervensi AS di negaranya

Rep: Dwina Agustin/Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador
Foto: The Independent
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador

REPUBLIKA.CO.ID, MEKSIKO -- Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador menolak intervensi Amerika Serikat (AS) di negaranya. Penyataan ini menanggapi Presiden AS Donald Trump menyatakan kesediaan pasukan AS masuk dan membersihkan kartel narkoba di Meksiko.

"Kerja sama, ya, intervensi, tidak," kata Obrador dalam menanggapi komentar Trump dikutip dari BBC, Kamis (28/11).

Baca Juga

Obrador mengatakan orang-orang Meksiko tidak perlu takut atas kondisi tersebut. Dia menyatakan Menteri Luar Negeri Marcelo Ebrard akan membahas masalah ini setelah liburan Thanksgiving AS pada Kamis.

Ebrard melalui akun Twitter mengatakan sudah melakukan kontak dengan otoritas AS. Meksiko akan berupaya untuk membela kedaulatan negara dan menentukan keputusan secara mandiri tanpa ada campur tangan negara lain.

Sebelumnya, Ebrard mengatakan Meksiko tidak akan pernah menerima pelanggaran kedaulatannya. Pemerintah berkomitmen untuk menangani kejahatan transnasional terorganisir. "Rasa saling menghormati adalah dasar untuk kerja sama," ujarnya.

Trump akan secara resmi menunjuk kartel narkoba Meksiko sebagai kelompok teroris. Awal bulan ini sembilan warga AS tewas. Tiga wanita dan enam anak-anak yang juga berkebangsaan Meksiko pun tewas ketika melakukan perjalanan melalui daerah terpencil dalam serangan di Meksiko. Pihak berwenang Meksiko mengatakan mungkin pelaku salah mengidentifikasi korban.

Setelah serangan itu, komunitas para korban mengajukan petisi kepada Gedung Putih untuk mendaftarkan kartel sebagai kelompok teror. Permintaan itu pun didengar dengan langkah hukum yang digariskan oleh Trump tersebut. Nantinya AS memungkinkan tindakan yang lebih luas terhadap mereka.

Trump pun menyatakan keputusan itu merupakan langkah 90 hari terakhirnya menjabat sebagai kepala negara AS. Meski proses tersebut tidak akan mudah namun upaya akan terus dilakukan. Tujuannya agar pemerintah AS dapat mengganggu keuangan mereka melalui sanksi. Termasuk membekukan aset dan melarang anggotanya masuk ke negeri itu.

"Dia sejauh ini telah menolak tawaran itu. Tetapi pada titik tertentu sesuatu harus dilakukan," ujar Trump ketika mengumumkan dalam wawancaranya dengan Bill O’Reilly, Rabu (27/11).

"Mereka akan ditunjuk, saya sudah mengerjakan itu untuk 90 hari terakhir, Anda tahu penunjukan tidak mudah. Anda harus melalui sebuah proses dan kami baik dalam proses itu," kata Trump.

Mantan pejabat Departemen Luar Negeri yang mengelola penunjukkan kelompok asing sebagai organisasi teroris mengatakan memberlakukan organisasi kriminal murni sebagai teroris akan merusak hubungan bilateral. Langkah itu juga mengganggu perekonomian dan berisiko menurunkan prasyarat sebuah kelompok bisa dimasukkan ke dalam daftar organisasi teroris.

Jason Blazakis yang mengelola proses penunjukkan organisasi teroris di Departemen Luar Negeri AS sampai tahun lalu mengatakan hal itu hanya memberikan manfaat 'simbolis' bagi AS. Banyak kelompok kriminal yang akan mendapatkan status teroris.

"Anda memburamkan garis antara kejahatan dan terorisme dan itu sangat problematik," kata Blazakis dilansir Reuters.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement