REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 2,9 persen cadangan devisa (cadev) Indonesia dalam bentuk emas. Kepala Divisi Inovasi Produk Keuangan Syariah KNKS, Yosita Nur Wirdayanti menyampaikan ini bukti bahwa instrumen emas masih sangat relevan untuk ketahanan perekonomian.
"Emas merupakan instrumen lindung nilai yang masih terpercaya dan aman, sehingga pemerintah masih gunakan sebagai cadangan devisa," katanya saat seminar "Emas sebagai Penjaga Ketahanan Perekonomian" di Jakarta, Jumat (29/11).
Indonesia berada di posisi ke 38 dalam urutan negara dengan emas terbanyak dalam cadangan devisanya. Di posisi pertama, ada Amerika Serikat (AS) yang memiliki hingga 8.133 ton. Jumlah tersebut sebesar 74,9 persen dari total cadev Amerika Serikat.
Posisi kedua ditempati oleh Jerman sebanyak 3.368 ton dengan porsi 70,9 persen. Italia sebesar 2.436 ton dengan porsi 66,9 persen. Sementara Cina ada di posisi keenam dengan jumlah emas 1.874 ton atau sekitar 2,5 persen dari total cadevnya.
Menurut Yosita, tidak ada patokan atau ketentuan seberapa jumlah cadangan emas yang seharusnya ada dalam bentuk cadev. Proporsi tersebut tergantung dari kebijakan setiap negara.
Dengan menjadi bagian cadangan devisa negara, posisi emas terbukti sebagai alat lindung nilai sekaligus bisa untuk investasi. Tren harga emas terus naik meski pernah juga mengalami penurunan. Namun secara umum, trennya selalu naik.
Meski jadi pilihan solutif untuk perekonomian baik negara maupun skala keluarga, Yosita menyarankan untuk tetap mementingkan keamanan transaski. Tingkat literasi juga harus ditingkatkan agar masyarakat tidak gampang panik ketika harga emas cenderung turun dalam periode tertentu.
"Jangka pendek belum tentu menguntungkan buat investor, emas ini teorinya investasi jangka panjang," kata dia.
Sementara untuk tingkat keamanan transaksi masyarakat harus memilih tempat pembelian terpercaya. Selain itu harus memiliki lisensi.