Ahad 01 Dec 2019 16:28 WIB

Kebijakan Bantuan Pangan Mendesak Dibenahi  

Pemusnahan beras sebagai dampak dari perubahan kebijakan yang drastis pemerintah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Pekerja memikul karung beras di Gudang Bulog Sub Divisi Regional Serang di Serang, Banten, Jumat (29/11/2019).
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Pekerja memikul karung beras di Gudang Bulog Sub Divisi Regional Serang di Serang, Banten, Jumat (29/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BUMN Pangan Perum Bulog menyatakan harus melakukan pemusnahan 20 ribu ton cadangan beras pemerintah (CBP) yang telah tersimpan di gudang lebih dari satu tahun akibat mengalami penurunan kualitas. Hal itu menunjukkan adanya penumpukan stok akibat tak terpakai. Pemerintah diminta segera membenahi kebijakan bantuan pangan yang menjadi dampak dari masalah tersebut.

Ahli Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori mengatakan, pemusnahan beras itu menjadi efek yang kurang diperhitungkan oleh pemerintah dari perubahan program bantuan Beras Sejahtera (Rastra) menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Baca Juga

"Ini adalah dampak dari perubahan kebijakan yang drastis dan ini menjadi disposal beras Bulog yang pertama kali," kata Khudori kepada Republika.co.id, Ahad (12/1).

Khudori kembali menjelaskan, saat Rastra masih diterapkan penuh pada 2016 lalu, Bulog menjadi pemasok tunggal beras bagi 15,6 juta Keluarga Peneriman Manfaat (KPM). Alhasil, beras yang disalurkan Bulog menggunakan anggaran pemerintah hingga 3 juta ton per tahun.

Namun, ketika BPNT perlahan diterapkan mulai 2017 dan berlaku penuh sejak September 2019, penyaluran beras Bulog menggunakan CBP makin berkurang. Sebab, pemasok beras bagi 15,6 juta KPM tak hanya dari Bulog semata, tapi juga oleh para produsen beras swasta sehingga Bulog bersaing di pasar bebas. Para KPM juga diberikan bantuan berupa uang dan dibebaskan untuk memiliki komoditas pangan yang ingin dibeli.

Tahun ini, berdasarkan data Bulog, hanya 85 ribu ton beras yang tersalurkan dalam BPNT dari total target 700 ribu ton. Sementara, pasokan CBP yang tersimpan di gudang Bulog mencapai hampir 2,2 juta ton.

Khudori mengatakan, fenomena pemusnahan beras itu merupakan akumulasi dari kebijakan yang salah. Disposal beras berupa pemusnahan dikhawatirkan akan terus terulang jika pemerintah tidak cepat tanggap. Khudori mengatakan, Bulog diharuskan melakukan pengadan CBP hingga 1-1,5 juta ton tahun ini, tapi pemerintah tidak memberikan ruang yang pasti bagi Bulog untuk menyalurkan berasnya.

"Program BPNT tidak perlu diubah dan tetap diteruskan. Tapi, KPM harus diwajibkan membeli beras Bulog. Tinggal Bulog yang harus ditantang menyediakan beras dengan ragam kualitas seperti beras lainnya," kata Khudori.

Tanpa kewajiban itu, Khudori memastikan beras yang tersimpan dalam jumlah besar saat ini akan sia-sia. Selain merugikan Bulog, namun juga merugikan pemerintah karena beras yang dimusnahkan tetap harus dibayar. Khudori menegaskan, jika pemerintah bersikeras tak ingin merubah kebijakan bantuan pangan, seharusnya ada konsekuensi lain yang memberikan Bulog kemudahan.

"Kalau ini tidak diubah, ya harusnya jangan ada kewajiban pengadaan CBP dalam jumlah besar. Saya ekstrem saja karena ini bentuk inkonsistensi pemerintah," kata Khudori.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement