Senin 02 Dec 2019 20:58 WIB

Wapres: PMA Majelis Taklim Supaya tak Ada yang Radikal

Jangan sampai ada majelis taklim yang menjadi sumber persoalan.

Wakil Presiden Maruf Amin
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Presiden Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan peraturan menteri agama (PMA) tentang majelis taklim bertujuan untuk pendataan. Pendataan dimaksudkan supaya tidak ada majelis taklim yang diam-diam mengajarkan paham radikal dalam kegiatannya.

"Untuk pendataan. Jangan sampai ada majelis taklim yang menjadi sumber persoalan, tahu-tahu mengembangkan radikalisme misalnya, kan bisa jadi masalah," kata Wapres Ma'ruf di Hotel Kempinski Jakarta, Senin (2/12).

Baca Juga

Wapres mengatakan pendataan terhadap majelis taklim itu perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah dan keberadaan majelis taklim yang ada di Indonesia. Wapres menambahkan bahwa pendataan tersebut bukan untuk pendaftaran, melainkan hanya melaporkan majelis taklim ke Kementerian Agama.

Pendataan terhadap majelis taklim tersebut lebih bersifat administratif dan tidak wajib. Sehingga apabila ada majelis taklim yang tidak mendaftar ke Kemenag maka tidak akan diberikan sanksi.

"Kan sekarang semua harus terdata, tamu saja harus didata. Jadi mungkin bukan terdaftar, tapi dilaporkan supaya tahu bahwa ada majelis taklim, laporlah begitu," tambahnya.

Menteri Agama Fachrul Razi Batubara mengeluarkan PMA Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim yang ditandatangani pada 13 November lalu. Dalam PMA tersebut, Menag salah satunya mengharuskan majelis taklim untuk mendaftarkan ke Kemenag.

Hal itu bertujuan untuk memudahkan Kemenag dalam mendata, membina hingga memberikan bantuan untuk program keagamaan kepada majelis taklim.

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta Pemerintah tidak perlu terlalu mengatur kegiatan keagamaan seperti yang dilakukan majelis taklim. Menurut Haedar, kegiatan keagamaan di lingkup majelis taklim justru dapat menghidupkan spirit keislaman dan baik untuk mengamalkan ajaran agama Islam dengan baik.

"Kalau serba diatur Pemerintah secara detail atau berlebihan, nanti aktivitas sosial lainnya seperti gotong royong dan aktivitas sosial di masyarakat luas maupun kegiatan keagamaan lainnya, harus diatur pula seperti itu. Tidak boleh ada diskriminasi khusus pada kegiatan keagamaan di lingkungan umat Islam seperti majelis taklim," kata Haedar Nashir.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement