REPUBLIKA.CO.ID, ''Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, ''Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.'' (QS Ibrahim [14]: 7).
Begitu banyak nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita, bahkan syukur terhadap nikmat Allah itu pun termasuk nikmat dari Allah.
Syahdan, Daud bertanya kepada Allah, ''Bagaimana aku bisa mensyukuri nikmat-nikmat-Mu, sementara syukur itu sendiri adalah nikmat-Mu?'' Allah berkata, ''Sekarang, engkau sudah mengenal-Ku dan bersyukur kepada-Ku. Sebab, engkau sudah tahu bahwa syukur adalah nikmat dari-Ku.''
Daud berkata lagi, ''Tuhan, bagaimana mungkin aku bisa menghindar dari nikmat-nikmat-Mu?'' Allah berkata, ''Hai Daud, bernapaslah!'' Maka, Daud pun bernapas. Allah lantas berkata, ''Siapa yang bisa menghitung berapa nikmat ini dalam sehari semalam?''
Allah berfirman, ''Dan, jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.'' (QS Ibrahim [14]: 34).
Dalam Ihya 'Ulumiddin, Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa syukur adalah memanfaatkan nikmat-nikmat Allah untuk berbagai hal yang disukai-Nya. Sedangkan, kufur adalah memanfaatkan nikmat-nikmat Allah untuk berbagai hal yang dibenci-Nya.
Tapi, bagaimana kita bisa mengetahui apa saja yang disukai dan dibenci olah Allah? Kita bisa mengetahui itu semua. Pertama, melalui wahyu. Kedua, melalui hati nurani.
Pertama, dengan mengetahui seluruh ajaran Islam yang termaktub dalam Alquran dan yang dijelaskan Nabi dalam sunah. Kedua, dengan mengetahui hikmah di balik setiap penciptaan Allah.
Dengan demikian, ketika kita memanfaatkan dengan baik semua pemberian Tuhan sesuai ajaran Islam dan hikmah penciptaannya, nikmat itu akan bertambah.
Sebagai ilustrasi sederhana: Allah mengaruniakan mata untuk melihat hal-hal yang halal dan baik, termasuk di antaranya membaca buku-buku yang bermanfaat. Selama kita memanfaatkan mata ini dengan baik, ilmu kita bertambah. Dengan bertambahnya ilmu, kesempatan kerja pun lebih terbuka, termasuk kesempatan kerja di tempat yang akan menggaji kita dengan gaji besar.
Allah mengaruniakan kaki untuk dilangkahkan ke tempat-tempat yang halal dan baik, termasuk di antaranya untuk menjalin silaturahim. Selama kita memanfaatkan kaki ini untuk bersilaturahim, jaringan terbuka dan peluang rezeki pun semakin bertambah. Demikian pula halnya dengan nikmat-nikmat yang lain.
Oleh karena itu, kondisi kita sekarang ini, bernasib baik atau tidak, sejatinya merupakan tanda apakah kita telah mensyukuri nikmat-nikmat Allah atau tidak.