REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan dapat segera memutuskan investor Bank Muamalat, karena bank syariah pertama ini dinilai masih dalam kondisi yang baik. Meskipun memerlukan langkah-langkah untuk penyehatan dan restrukturisasi.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Pieter Abdullah menjabarkan, saat ini rasio kecukupan modal atau CAR bank syariah tersebut berada di posisi cukup bagus yakni 12,01 persen, di atas batas yang ditetapkan OJK yang sebesar 8 persen. Selain itu dana pihak ketiga (DPK) masih tumbuh 2 persen.
"Bank Muamalat ini permasalahannya nggak besar. Memang walaupun kondisinya tidak terlalu buruk, ini jangan dibiarkan," ujar Pieter dalam diskusi Infobank: Skenario Langkah Penyehatan Bank Muamalat di Jakarta, Selasa (10/12).
Bank Muamalat diketahui memiliki basis nasabah loyal yang besar. Hal ini terbukti saat terjadinya krisis keuangan tahun 1997-1998. Menurut Pieter, saat itu bank ini merupakan salah satu yang dapat bertahan dengan basis nasabah pendanaan atau DPK relatif terjaga, di tengah peningkatan rasio pembiayaan bermasalah (NPF).
Bahkan hingga saat ini, Bank Muamalat masih bisa bertahan dengan pertumbuhan DPK sebesar 2 persen, meskipun NPF telah melampaui 5 persen dan tidak ada penambahan modal selama lima tahun.
Untuk itu, ia berharap OJK segera mengambil keputusan terkait investor agar dapat terus mempertahankan kepercayaan nasabah. Selain itu, agar manajemen bank dapat memperbaiki strategi bisnis dan merestrukturisasi kredit bermasalah.
"Sekarang ini seberapa lama nasabah Muamalat bertahan. Mereka pasti akan bertahan, walaupun nggak narik dana tapi bisa jadi malah nggak nambah," kata Pieter.
Terkait nasabah loyal, Direktur Riset Infobank Eko B Supriyanto menambahkan, hal ini dapat dimanfaatkan untuk membantu penyehatan Bank Muamalat. Bank dapat menawarkan ke nasabah untuk mengubah simpanan menjadi ekuitas.
"Dikuatkan oleh nasabah penabung sendiri. Karena mereka nasabah loyal, jadi sahamnya ditawarkan ke nasabah, ini lebih gampang," kata Eko.
Kendati begitu, cara yang dinilai tepat adalah dengan supervisi oleh OJK yakni menerima dana investor sebesar Rp 2 triliun lalu melakukan right issue.
"Kalau pengawasan pasti modal yang dibutuhkan sangat besar. Kalau supervisi, ada Rp 2 triliun diambil dulu lalu disepakati program penyehatannya," ujar Eko.