Senin 16 Dec 2019 14:37 WIB

Temuan Uang Palsu di Sulut Turun 186 Persen

Pecahan yang paling banyak dipalsukan yakni Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu.

Peredaran uang palsu di Sulut mengalami penurunan. Foto uang palsu (ilustrasi)
Foto: dok. Humas Polresta Bogor
Peredaran uang palsu di Sulut mengalami penurunan. Foto uang palsu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Temuan uang palsu (upal) di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) hingga November 2019 mengalami penurunan hingga 186 persen. "Hal ini menandakan bahwa masyarakat di Sulut semakin tahu membedakan mana uang rupiah asli dan palsu," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulut Arbonas Hutabarat di Manado, Senin (16/12).

Arbonas mengatakan jumlah uang palsu yang ditemukan pada tahun 2018 hingga posisi November sebanyak 850 lembar. Sedangkan posisi yang sama tahun 2019 turun menjadi 297 lembar.

Baca Juga

"Pecahan yang paling banyak dipalsukan yakni Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu, dan yang paling banyak ditemukan oleh perbankan juga masyarakat," kata Arbonas.

Dia mengatakan hal ini perlu diwaspadai, walaupun terjadi penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tapi biasanya oknum tidak bertanggungjawab tersebut memanfaatkan momen hari raya keagamaan, untuk menyebar uang palsu.

Sehingga BI, kata dia, akan melakukan Sosialisasi Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center dan Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah. Lewat kegiatan sosialisasi tersebut, Arbonas menegaskan ingin melakukan penyegaran kembali pemahaman mengenai keaslian mata uang rupiah.

Forum tersebut juga menjadi wadah bagi para peserta yang berasal dari kalangan perbankan untuk mendiskusikan temuan terbaru serta berbagi pengalaman. “Dengan adanya sosialisasi ini, perbankan akan terbantu untuk menyegarkan kembali apa yang perlu mereka lakukan untuk membantu BI mengurangi atau memberantas pemalsuan uang,” jelasnya.

Arbonas mengungkapkan sudah melakukan puluhan kali kegiatan sosialisasi ciri keaslian mata uang rupiah. Dia menambahkan biasanya pengedar uang palsu menyasar kalangan masyarakat menengah ke bawah. Para pelaku membidik pasar orang dengan berpendidikan rendah dan menjalankan usaha yang membutuhkan transaksi cepat.

Arbonas menekankan peredaran uang palsu sangat merugikan dari sisi ekonomi. Peredaran uang palsu 10 persen dari total uang asli, misalnya, akan menambah jumlah uang beredar yang statistiknya tidak dimiliki oleh bank sentral sehingga berpotensi menimbulkan inflasi di masyarakat.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement