REPUBLIKA.CO.ID, KKP Jelaskan Hambatan Budi Daya Lobster yang Harus Dituntaskan
JAKARTA -- Rencana Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo untuk mengizinkan ekspor benih lobster menuai beragam respons dari publik. Menteri pendahulu Edhy, Susi Pudjiastuti ikut angkat bicara dan menentang rencana tersebut. Sebab bakal membuat nelayan kehilangan potensi nilai jual lobster dewasa yang tinggi.
Direktur Perbenihan Perikanan Budi Daya, Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya, Coco Kokarkin Soetrisno menjelaskan bahwa untuk membesarkan benih-benih lobster tidak membutuhkan teknologi tinggi. Ia menjelaskan, keberhasilan budi daya lobster berkaitan erat dengan kultur masyarakat setempat.
"Orang Vietnam mampu menunggu lobster 8 hingga 16 bulan untuk dibesarkan, tapi bagi orang Indonesia, buat apa dibesar-besarkan nunggu sekian bulan kalau dalam semalam bisa memetik Rp 1-3 juta. Jadi ini masalah mindset," kata Coco saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (17/12).
Coco tak menyalahkan kultur masyarakat. Sebab wajar bila masyarakat pesisir yang membutuhkan penghidupan akan dengan mudah untuk memilih menjual benih ketimbang membesarkannya.
Ia pun menyingung bahwa KKP bersama Taiwan, Vietnam, dan Thailand sempat bekerja sama dalam pengembangan teknologi penangkapan benih dan budi daya lobster. Pengembangan itu dilakukan dengan membuat 300 keramba jaring apung (KJA) di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Hasilnya, hanya penangkapan benih yang terus meningkat sementara budi daya terus berkurang. "KJA-KJA akhirnya dicopot dan diganti dengan tempat untuk menangkap benih," katanya.
Coco mengatakan, hal yang perlu dilakukan adalah edukasi para nelayan bahwa budi daya lobster untuk membesarkannya jauh lebih menguntungkan. Hanya saja, hal itu perlu jangka panjang demi mengubah mindset masyarakat secara perlahan.
Adapun KKP saat ini juga belum memiliki direktorat khusus yang menangani pembesaran lobster. Sebagai solusinya, Coco menjelaskan bahwa pihaknya mengerahkan delapan balai air laut dan air payau untuk mendorong upaya pembesaran lobster di dua sentra, yakni Lombok dan Lampung.
Di samping itu, KKP dalam satu hingga dua tahun ke depan akan merevitalisasi belasan ribu KJA yang sebelumnya digunakan untuk pengembangbiakan ikan kerapu menjadi lobster.
Pengalihan komoditas itu dilakukan karena adanya penurunan budi daya ikan kerapu. Lobster menjadi pilihan karena jauh lebih bernilai dan menguntungkan serta diminati banyak negara.