Kamis 19 Dec 2019 17:12 WIB

Suu Kyi Bicara dengan Pendukungnya Setelah Sidang Genosida

Suu Kyi menghadiri sidang genosida terhadap Rohingya di Den Haag selama tiga hari.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi di hadapan Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, Selasa (10/12). Suu Kyi akan membela Myanmar dari tuduhan genosida Rohingya.
Foto: EPA
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi di hadapan Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, Selasa (10/12). Suu Kyi akan membela Myanmar dari tuduhan genosida Rohingya.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi menyampaikan ucapan terima kasih kepada para pendukungnya ketika dia tengah menghadapi tuduhan genosida di pengadilan internasional (ICJ) di Den Haag. Suu Kyi berbicara di hadapan publik untuk pertama kalinya sejak dia kembali dari Den Haag pada Ahad (15/12) lalu.

"Dukungan masyarakat yang diberikan dengan murah hati adalah sumber kekuatan besar bagi kami ketika kami mempresentasikan kasus genosida di ICJ," ujar Suu Kyi dalam pidato yang disiarkan di stasiun televisi negara.

Baca Juga

Suu Kyi berada di Den Haag selama tiga hari untuk menyampaikan pendapatnya terkait tuduhan genosida yang dilayangkan oleh Gambia. Peraih Nobel Perdamaian itu membantah bahwa pemerintah Myanmar telah melakukan genosida terhadap etnis Rohingya di Rakhine. Selain itu, dia juga berpendapat bahwa pengadilan Amerika Serikat (AS) tidak memiliki yuridiksi dalam kasus tersebut.

Sebelumnya, Gambia menuduh Myanmar telah melanggar Konvensi Genosida 1948 atas operasi militer yang telah membuat 730 ribu etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Suu Kyi mengatakan, tuduhan yang dilayangkan kepada Myanmar adalah sebuah cobaan yang dapat mengukur kelemahan maupun kekuatan negara tersebut.

"Setiap negara melewati masa-masa sulit dan Myanmar tidak terkecuali. Pencobaan seperti itu memberi kita peluang untuk menilai kekuatan dan kelemahan kita, untuk memperkuat yang satu dan memperbaiki yang lain," ujar Suu Kyi.

Suu Kyi telah lama menuai pujian dari Barat sebagai pejuang hak asasi manusia dan demokrasi. Dia merupakan tahanan politik dan menjalani tahanan rumah selama 15 tahun, karena penentangannya terhadap junta militer Myanmar yang berkuasa saat itu. Namun, sikap Suu Kyi terhadap Rohingya telah menuai kritik keras. Termasuk seruan kepada komite Nobel untuk mencabut gelar nobel yang disematkan kepada Suu Kyi.

Meski mendapatkan kritik keras dari dunia internasional, pendukung Suu Kyi di Myanmar masih cukup besar. Selama berada di Den Haag, sejumlah warga Myanmar menggelar aksi damai sebagai bentuk dukungan kepada Suu Kyi. Dalam aksi itu, mereka membawa papan yang bertuliskan "Stand with Suu Kyi".  

"Tantangan yang kami hadapi di pengadilan sebenarnya muncul bukan hanya karena krisis yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, tetapi juga melewatkan peluang untuk menangani masalah sosial, politik, dan ekonomi secara adil dan konstruktif, selama beberapa dekade," kata Suu Kyi.

Delegasi pejabat Myanmar mengunjungi kamp-kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh pada Rabu (17/12). Dalam kunjungannya, mereka berbicara dengan beberapa warga Rohingya terkait proses pemulangan kembali ke Myanmar.

Myanmar mengaku siap menerima kembali para pengungsi Rohingya sejak Januari tahun lalu, dan telah membangun kamp di dekat perbatasan untuk menerima mereka. Namun, para pemimpin Rohingya menyatakan, Myanmar harus mengakui mereka sebagai kelompok etnis dan mendapatkan hak kewarganegaraan sebelum dipulangkan.

Ratusan ribu warga Rohingya yang tetap berada di Myanmar ditolak kewarganegaraannya. Amnesty International menggambarkan, warga Rohingya yang ada di Myanmar tidak bisa mendapatkan akses kesehatan dan pendidikan. Selain itu, mereka terkurung dan tidak dapat melakukan perjalanan dengan bebas.

Pemimpin Rohingya, Abdur Rahim mengatakan, tidak ada kemajuan yang dicapai dalam negosiasi dengan pemerintah Myanmar. Rahim bersikukuh bahwa pengungsi Rohingya yang ada di Bangladesh tidak mau kembali ke Myanmar sebelum permintaan mereka dikabulkan.

“Kami sangat kesal. Ini menjadi negosiasi yang gagal lagi. Mereka mengatakan hal yang sama. Tidak ada yang baru," kata Rahim kepada Reuters melalui telepon.

Diketahui Myanmar tidak menganggap Rohingya sebagai kelompok etnis asli. Banyak orang Myanmar menyebut Rohingya sebagai "orang Bengali", yang menunjukkan bahwa mereka termasuk warga Bangladesh. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement