REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Para demonstran Irak melakukan aksi unjuk rasa atas campur tangan Iran dalam politik dalam negeri dalam pencalonan Qusay al-Suhail sebagai perdana menteri (PM), Ahad (22/12) waktu setempat. Aksi kali ini dilakukan menjelang tenggat waktu penunjukkan PM sementara.
"Kami tidak ingin siapa pun yang menginginkan persetujuan Barat dan menjual negara. Kami tidak ingin siapa pun yang membuat orang kelaparan dan memuaskan Iran," kata para pengunjuk rasa dilansir Al Arabiya, Senin (23/12).
Para pejabat mengatakan, akan mencalonkan al-Suhail, yang menjabat sebagai menteri pendidikan di pemerintahan Adel Abdel Mahdi, yang mengajukan pengunduran diri pemerintahannya pada November. Sejumlah pemrotes menggunakan sepatu untuk menginjak-injak foto komandan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Qassem Soleimani dan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei.
Para pengunjuk rasa juga memblokir gedung-gedung publik satu per satu di Diwaniyah, sebuah kota di Irak selatan. Mereka memasang spanduk bertuliskan "Negara sedang dalam pembangunan, mohon alasan gangguan."
Semalam, pengunjuk rasa di Diwaniyah dan Basra, kota selatan lainnya, telah menyatakan "pemogokan umum." Ahad menandai tenggat waktu terakhir bagi parlemen untuk memilih perdana menteri baru untuk menggantikan Abdel Mahdi.
Demonstran menyerukan perombakan total rezim. Gerakan protes telah kehilangan momentum dalam beberapa pekan terakhir karena telah dilanda intimidasi, termasuk pembunuhan yang dilakukan oleh milisi.
Kendati demikian, gerakan itu tampaknya mendapatkan kembali kepercayaan pada aksai Ahad. Diperkirakan 450 pemrotes telah tewas dan 25 ribu lainnya terluka sejak dimulainya demonstrasi pada 1 Oktober 2019.