REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Tayyep Erdogan melakukan kunjungan mengejutkan ke Tunisia. Di sana ia membahas kerja sama untuk menggelar gencatan senjata di Libya di mana Ankara mendukung pemerintah yang diakui internasional.
Dalam konferensi pers gabungan bersama Presiden Tunisia Kais Saied, Erdogan juga menegaskan niat Ankara mengirim pasukan ke Libya jika diminta. Kunjungan ini dilakukan satu bulan setelah Turki dan Libya menandatangani dua perjanjian terpisah.
Satu perjanjian tentang perbatasan maritim di laut timur Mediterania dan satu lagi kerja sama militer dan keamanan. Turki mendukung Perjanjian Pemerintah Nasional (GNA) Fayez al-Serraj yang bertempur dengan pasukan Khalifa Haftar di timur Libya selama berbulan-bulan.
Ini pertama kalinya Erdogan mengunjungi Tunisia sejak Saied memenangkan pemilihan umum pada Oktober. Ia mengatakan perkembangan di Libya memiliki dampak negatif bagi negara tetangganya.
"Kami membahas langkah mungkin dapat kami ambil dan peluang kerja sama dengan tujuan memantapkan gencatan senjata di Libya secepatnya dan kembali ke proses politik," kata Erdogan, Kamis (26/12).
Tunisia memiliki sistem politik campuran di mana perdana menteri mengendalikan sebagian besar kebijakan sementara presiden bertanggung jawab pada urusan luar negeri, pertahanan, dan keamanan. Kepentingan utama urusan luar negeri Tunisia menjaga hubungan baik dengan dua negara tetangganya yakni Aljazair dan Libya.
Pada pekan lalu Erdogan mengatakan Turki tidak akan tinggal diam dalam menghadapi 'pasukan bayaran' Wagner yang didukung Rusia. Kontraktor militer swasta itu mendukung pasukan Haftar di Libya.
Moskow sudah mengatakan sangat prihatin tentang kemungkinan pengerahan pasukan Turki ke Libya. Di Tunisia Erdogan kembali menegaskan Ankara akan mengevaluasi opsi untuk mengerahkan pasukan jika GNA meminta.
Erdogan mengatakan pengerahan pasukan akan dilakukan jika kesepakatan militer sudah ditandatangani. Ia menegaskan kelompok Wagner 'sama sekali tidak memiliki hubungan' di Libya.
"Sampai hari ini kami tidak pernah menerima tamu yang tidak diinginkan di manapun. Tapi jika panggilan dilaksanakan maka kami tentu akan mengevaluasinya dan mengambil langkah, Serraj adalah perdana menteri GNA, kami mengambil langkah bersamanya, Haftar tidak punya jabatan," kata Erdogan.