REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ulama dan penulis senior Sumatrra Barat Buya Mas'oed Abidin mengatakan tak ada sejarah penting yang harus diperingati saat pergantian tahun masehi atau miladiyah. Dalam Islam menurut Buya Mas'oed, pergantian tahun yang menyimpan sejarah besar hanyalah hitungan tahun Hijriyah.
"Tak ada rahasia besar dalam pergantian tahun Miladiyah ini. Jadi sama saja dengan pargantian hari, dari Senin ke Selasa, Selasa ke Rabu dan seterusnya. Tak ada sejarah di balik itu," kata Buya Mas'oed kepada Republika.co.id, Selasa (31/12).
Sementara bagi umat Islam, pergantian tahun yang harus dirayakan adalah penghitungan tahun hijriyah. Pada pergantian kalender hijiriyah menurut Buya Mas'oed jelas diterangkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW.
Buya Mas'oed menilai tidak perlu bila umat Islam ikut-ikutan merayakan malam pergantian tahun masehi. Terlebih dengan budaya terompet, petasan, dan bermalam menunggu jam 00.00 untuk kemudian bersorak saat pergantian tahun.
"Buat apa sampai menunggu sampai jam 12 malam untuk zero, zero, zero, zero. Padahal kalau udah jam 00.00 itu, moralitas kita juga zero kok," ujar penulis buku Suluah Bendang di Minangkabau dan Surau Kito itu.
Buya Mas'oed menyarankan agar umat Islam menghadapi pergantian tahun Miladiyah dengan perenungan dan bermuhasabah. Merenungi apa yang telah dilakukan, apa kebaikan yang tak sempat diperbuat dan apa saja yang akan dilakukan di masa yang akan datang.
Untuk generasi muda, khususnya di Sumbar, Buya Mas'oed mengimbau agar tidak ikut-ikutan merayakan gembar gembor pergantian tahun baru masehi. Generasi muda atau sekarang akrab disebut generasi milenial menurut Buya Mas'oed harus pintar memilah mana yang baik dan mana yang tidak baek atau tidak berfaedah.
"Jangan hanya sekedar ikut-ikutan. Pilihlah yang baik dan bermanfaat," kata Buya Mas'oed menambahkan.