REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, kebijkan penurunan batas bebas bea masuk (deminimis value) melalui niaga elektronik (e-commerce) tidak akan berdampak efektif. Khususnya apabila pemerintah ingin menekan tingkat impor barang konsumsi.
Huda menuturkan, harga barang impor yang ditawarkan di berbagai platform marketplace akan tetap lebih murah dibandingkan ritel konvensional sekalipun dikenakan bea masuk. Sebab, barang yang ditawarkan dari negara asal memang sudah murah. "Para pengguna e-commerce tidak terlalu mempermasalahkannya," ucapnya saat dihubungi, Senin (13/1).
Apabila ingin menekan laju impor barang konsumsi, Huda menganjurkan, pemerintah fokus membenahi dari hulu. Dalam hal ini adalah peningkatan kualitas produk yang dihasilkan industri dalam negeri. Tidak terkecuali industri kecil dan menengah (IKM).
Huda mengatakan, penurunan bebas bea masuk hanyalah kebijakan hilir yang memang paling mudah diterapkan. Tapi, di satu sisi, IKM tetap harus mampu menghadapi persaingan dengan luar negeri. Tidak hanya Cina, juga Vietnam yang memiliki kinerja industri manufaktur baik maupun negara lain.
Di tengah perkembangan teknologi, Huda menyebutkan, IKM harus bisa menerima kenyataan bahwa batasan antara negara kini semakin berkurang. "IKM kita harus siap bersaing," tuturnya.
Selain membenahi sektor hulu, Huda menambahkan, pemerintah juga harus memperhatikan produk non e-commerce yang menyumbang impor besar. Misalnya tekstil dan produk tekstil (TPT) serta baja.
Huda menilai, dua produk tersebut justru mendapatkan karpet merah dari pemerintah untuk masuk ke pasar Indonesia. Padahal, banyak industri lokal yang menghasilkan produk ini dengan kualitas bagus. "E-commerce yang menawarkan banyak produk yang tidak dijual dalam negeri justru diperketat, tapi tidak dengan sebaliknya," katanya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan menurunkan batasan nilai pembebasan bea masuk atas barang kiriman dari semula 75 dolar AS menjadi 3 dolar AS per kiriman. Kebijakan yang mulai berlaku pada Kamis (30/1) ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor Barang Kiriman.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) Syarif Hidayat memastikan, pihaknya telah melibatkan berbagai pihak dalam menyusun perubahan aturan ini, termasuk IKM.
Syarif mengatakan, penerapan tarif ini demi menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field. Dalam hal ini adalah antara produk dalam negeri yang mayoritas berasal dari IKM dan dikenakan pajak dengan produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum.