REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sebanyak 19 delegasi dari 13 negara berkunjung ke DIY dalam rangka mengenal lebih jauh budaya Indonesia, khususnya budaya Jawa. Ke-13 negara ini merupakan negara sahabat yang berkunjung sejak 12 hingga 14 Januari 2020 ke DIY.
Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X mengatakan, DIY selama ini telah tumbuh menjadi salah satu pusat pendidikan dan budaya. Bahkan, juga menjadi destinasi pariwisata terkemuka di Indonesia.
"Yogyakarta (DIY) juga dikenal sebagai kota cyber, kota toleransi, sekaligus kota unik yang memiliki dua wajah. Di satu sisi adalah simbol tua yang berbalutkan nilai-nilai tradisi leluhur kerajaan Jawa. Di satu sisi lainnya merupakan wajah gemerlap modernitas,” kata Paku Alam X.
Terkait pembangunan, Paku Alam X menjelaskan, DIY berlandaskan pada falsafah Hamemayu Hayuning Bawono. Artinya, pembangunan di DIY dengan memperindah dunia melalui keselarasan budaya, alam dan kehidupan manusianya.
"Saya berharap anda sekalian dapat memetik manfaat dari kunjungan ke Yogyakarta ini. Selamat mengeksplorasi Yogyakarta, semoga keindahan panorama, keluhuran budaya, dan keramahan warganya dapat menjadi inspirasi," ujarnya.
19 delegasi ini dibawa oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI. Kunjungan yang dilakukan merupakan kegiatan reguler Lemhanas yang di 2020 ini adalah pelaksanaan untuk angkatan LX dan LXI.
Pimpinan rombongan, Brigjen TNI Agus Arif Fadila mengatakan, dipilihnya DIY sebagai lokasi pengenalan budaya karena menjadi satu-satunya daerah yang memiliki keistimewaan berbasis budaya di Indonesia.
Sejarah Yogyakarta yang pernah menjadi ibukota Indonesia di masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, katanya, juga menjadi alasan dilakukannya kunjungan ini. “Bagi kami, Yogyakarta itu seperti jantungnya Republik Indonesia,” ujarnya.
Paniradya Pati DIY, Beny Suharsono mengatakan, status istimewa yang melekat pada DIY merupakan bagian integral dalam sejarah pendirian Indonesia. DIY sendiri, lanjutnya, diberikan kewenangan khusus yakni berupa keistimewaan dalam mengelola dan mengatur daerahnya sendiri.
“Hal ini berlandaskan budaya lokal yang telah ada di DIY, yang bahkan ada sebelum didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Beny.