REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan pencabutan subsidi gas melon dapat menyebabkan kenaikan inflasi.
"Harga gas ini kan masuk ke komponen inflasi administered prices, ini akan menaikkan inflasi," ujar Heri kepada Republika.co.id, Rabu (15/1).
Pemerintah berencana mencabut subsidi gas tiga kilogram (Kg) atau gas melon secara tertutup yang berarti harganya tak lagi murah. Alasan pemerintah mencabut subsidi ini agar masyarakat menggunakan gas ukuran lainnya, yakni gas lima Kg, delapan Kg hingga 12 Kg yang nantinya memiliki harga yang sama sesuai kebutuhannya. Apalagi saat ini diketahui gas melon banyak digunakan oleh golongan mampu.
Nantinya, gas melon yang disubsidi akan disalurkan kepada masyarakat yang berhak melalui sistem tertutup. Menurut Heri, pemerintah dapat menargetkan gas melon lebih tepat sasaran dengan mengurangi jumlahnya dan memperbanyak gas ukuran medium seperti lima Kg dan delapan Kg.
Dengan memperbanyak gas yang berkapasitas lebih besar, masyarakat perlahan akan beralih dari gas melon tiga kilogram. Sistem ini sama dengan yang telah dilakukan untuk mengurangi bensin Premium dengan memperbanyak Pertalite yang lebih murah dibandingkan Pertamax.
"Ini kan berhasil mengurangi Premium, jadi mobil mewah sudah jarang pakai Premium. Bisa juga diberlakukan ke gas, jadi gas melon akan lebih tepat sasaran," kata Heri.
Di sisi lain, cara ini juga dapat mengatasi penyelewengan gas oleh distributor tidak bertanggung jawab. Sebelumnya, banyak kasus isi gas melon 3 Kg dipindahkan ke tabung gas 12 Kg untuk memperbesar keuntungan.
"Selain itu pengawasan perlu diperkuat dan diperbaiki agar gas melon tepat sasaran," kata Heri.