Jumat 17 Jan 2020 18:03 WIB

Mari Elka: Proyek Energi Fosil Susah Dapat Pinjaman Global

Pada tahun 2030 Indonesia akan mulai mengurangi penggunaan energi fosil

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Direktur Pelaksana Bank Dunia, Mari elka Pangestu.
Direktur Pelaksana Bank Dunia, Mari elka Pangestu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pelaksana Bank Dunia terpilih dari Indonesia, Mari Elka Pangestu menyebut bahwa proyek-proyek energi berbasis fosi akan semakin sulit mendapatkan bantuan pinjaman internasional. Sebab, transformasi penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan menjadi salah satu syarat lembaga keuangan internasional untuk memberikan pinjaman dana.

Mari yang saat ini juga menjadi Anggota Komisi International Renewable Energi Agency (IRENA) menyatakan, mulai tahun 2050 mendatang, beberapa lembaga  internasional seperti World Bank atau Bank Dunia, dan juga bank internasional seperti Standard Chartered tak lagi meminjamkan dana kepada proyek-proyek yang berbasis energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara.

Baca Juga

"(Mereka) sudah tidak mau lagi mendanai hal-hal yang terkait dengan penggunaan energi sepeti minyak dan batu bara," kata Mari dalam Indonesia Millenial Summit di Jakarta, Jumat (17/1).

Karenanya, Mari menegaskan bahwa Indonesia harus mempersiapkan diri mengikuti tren global. Apalagi, pada tahun 2030 mendatang telah disepakati bahwa Indonesia akan mulai mengurangi penggunaan energi fosil sesuai kesepakatan negara-negara di dunia dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Mari menuturkan, perubahan penggunaan energi bukan sebatas target pemerintahan setiap negara. Namun juga ada faktor ekonomi, sosial, dan politik. Oleh sebab itu, Mari mengatakan Indonesia harus mulai mengubag kebiasaan masyarakatnya terkati penggunaan energi fosil.

Mantan Menteri Perdagangan itu pun memastikan bahwa penggunaan EBT ke depan akan menjadi tren dunia yang menyeluruh dan mendapat dukungan dari pelaku usaha swasta maupun konsumen dunia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, menambahkan, pemerintah sudah berkomitmen untuk menyebarluaskan energi ramah lingkungan. Hal itu saat ini telah didorong dengan penerapan biodiesel 30 persen atau B30.

Di mana, energi fosil digabungkan dengan minyak kelapa sawit yang sumber dayanya tersedia di Indonesia.

Selain itu, Kementerian ESDM juga terus mendorong penggunaan geothermal atau panas bumi sebagai basis energi pembangkit tenaga listrik. Tentunya, penggunaan EBT seperti panas bumi harus diikuti dengan harga terjangkau agar mendukung peningkatan daya saing industri domestik.

"Kita sangat membutuhkan energi selain terbarukan juga bisa memberikan daya saing industri kita," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement