REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk saat ini sudah memiliki susunan komisaris dan direksi baru. Pengamat penerbangan yang juga sebagai Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra Arifin mengingatkan Garuda masih memiliki beban utang yang tak sedikit.
"Beban utang Garuda juga tinggi sekali. Jumlahnya juga tidak sedikit ada sekitar 500 juta dolar kalau tidak salah," kata Ziva kepada Republika.co.id, Rabu (22/1).
Ziva menilai utang tersebut masih akan menjadi beban jangka panjang untuk Garuda selanjutnya. Begitu juga dengan penyewaan, pembiayaan, dan pengadaan pesawat yang dilakukan Garuda saat ini.
"Ini (soal pengadaan pesawat) juga harus menemukan strategi mengurangi beban tersebut, antara lain dengan armadanya sendiri," jelas Ziva.
Saat ini, kata Ziva, Garuda terbilang memiliki banyak jenis pesawat yang digunakan untuk operasionalnya. Dia menilai, meski memiliki banyak jenis pesawat namun tidak selalu optimal.
Ziva mengatakan, pilihan terbaik untuk Garuda saat ini harus mengatur biaya operasional secara keseluruhan. Dia menambahkan saat ini tipe pesawat yang digunakan Garuda yakni Boeing 777, Airbus 330, Boeing 737, ATR 72, dan lainnya.
"Saya kira dengan tipe pesawat tersebut, bebannya cukup besar sekali. Karena kalau kita bicara dari SDM nya saja, implikasinya kepada biaya pelatihan sertifikasi dan perlayan peaswat," ungkap Ziva.
Untuk itu, Ziva menilai hal tersebut perlu dimitigasi dan dikaji kembali setelah Garuda sudah memiliki komisaris dan direksi baru. Sebab, kata dia, dengan begitu tidak menjadi beban operasional yang menumpuk sebab utang juga masih besar.