REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kementerian Pertanian (Kementan) optimistis tahun 2020, kinerja ekspor produk hortikultura bisa terdongkrak hingga Rp 10,2 triliun. Naik 77 persen dari tahun 2019 periode Januari-November yang mencapai Rp 5,79 triliun.
Bahkan jika protokol ekspor dan diskriminasi tarif nenas segar di berbagai negara bisa cepat diselesaikan, ekspor hortikultura secara kumulatif berpeluang melejit hingga menembus Rp 23 triliun atau melonjak 298 persen dibanding tahun 2019. Hal tersebut terungkap dalam paparan acara Sinkronisasi Pelaksanaan Program Peningkatan Produksi dan Nilai Tambah Hortikultura Tahun 2020.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), mendorong agar terus berupaya menggenjot ekspor hortikultura sekurang-kurangnya Rp 10 triliun pada tahun ini. "Indonesia memiliki banyak komoditas hortikultura unggulan dan khas. Dengan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki sekarang, potensi ekspor hortikultura bisa terus digenjot secara maksimal," ujar SYL di Ballroom Hotel Margo City, Rabu (28/1).
SYL menargetkan peningkatan produksi komoditas utama sebanyak 7 persen per tahun, gerakan tiga kali ekspor (GraTiEks) hingga tahun 2024, serapan KUR sektor pertanian sebesar Rp 50 triliun per tahun. Khusus hortikultura serapan KUR senilai 6,39 triliun."Khusus ekspor hortikultura, jangan sampai kurang dari Rp 10 triliun," ungkap dia.
Di hadapan ratusan Kepala Dinas Pertanian dan pengelola satuan kerja hortikultura seluruh Indonesia tersebut, SYL menyoroti besarnya potensi tanaman obat yang banyak dibutuhkan pasar dunia. Seperti kapulaga, jahe, kunyit dan aneka rempah-rempah. Pun buah tropis eksotik seperti manggis, markisa, durian juga berpotensi besar mengisi pasar ekspor.
"Kita harus petakan sentra-sentra per komoditas secara detail dan akurat supaya memudahkan perencanaan dan pelaksanaan ekspor. Di mana, kapan panen, berapa produksinya, siapa petaninya, siapa offtakernya harus bisa dipetakan," imbuh mantan Gubernur Sulawesi Selatan 2 periode tersebut.
Terkait target besar hortikultura tersebut, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan pihaknya telah melakukan pemetaan rencana ekspor tahun 2020 secara detail."Kami optimis ekspor hortikultura setidaknya bisa mencapai Rp. 10,2 triliun , naik 77 persen dibanding tahun 2019. Semua sudah kami identifikasi dan inventarisir secara detail," ujar Anton sapaannya.
Terkait protokol ekspor nenas ke China, USA, Australia dan New Zealand, lanjut Anton, pihaknya saat ini sedang memperjuangkan. Termasuk penurunan tarif ke Eropa dan Turki.
"Kalau persoalan protokol dan tarif di 6 pangsa pasar tersebut bisa terselesaikan, ada potensi tambahan devisa Rp 12,8 triliun sehingga ekspor horti bisa dilejitkan hingga Rp 23 triliun," ujar Prihasto optimis. Anton menjelaskan, peningkatan kinerja ekspor produk hortikultura akan ditempuh melalui berbagai strategi. Baik di lini on-farm hingga off-farm.
Tahun ini, lanjut dia, Kementan akan menggencarkan promosi dagang luar negeri melalui event bertajuk One Day with Indonesian Coffee and Fruits, Jambore Hortikultura. Kemudian penyaluran KUR Hortikultura, pemetaan sentra hortikultura ekspor, pengembangan kawasan mendukung ekspor, fasilitasi sertifikasi GAP/GHP, Fasilitasi Pascapanen dan Olahan hingga menggalang diplomasi perdagangan luar negeri bersama Kementerian/Lembaga terkait.
"Kami merangkum strategi peningkatan ekspor melalui gerakan yang dikenal dengan GEDOR HORTI yaitu Gerakan Dorong Produksi, Daya Saing dan Ramah Lingkungan Hortikultura. Semua bermuara pada upaya memacu kinerja ekspor produk hortikultura yang dihasilkan dari sistem budidaya ramah lingkungan," beber dia.
"Terkait pencapaian target ekspor, Pak Menteri Pertanian memberi istilah PAKSAKAN, yaitu Planning, Attention, Knowledge, Skill and Action, serta Komitmen Atas Negeri. Ini menjadi pemacu kita untuk bekerja dan bergerak demi kemajuan bangsa dan negara," pungkasnya.