REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Jumlah kematian virus di China naik sebanyak 89 menjadi 811 orang pada Ahad (9/2). Meski jumlah tersebut melewati jumlah kematian dalam epidemi SARS 2002-3003, laporan tersebut menunjukan pelambatan penyebaran.
Sekitar 2.656 kasus virus baru di China dilaporkan dalam 24 jam pada Sabtu tengah malam. Jumlah kasus selama 24 jam itu turun sekitar 20 persen dari 3.399 kasus baru yang dilaporkan dalam periode 24 jam sebelumnya.
Para ahli mengatakan penurunan jumlah kasus baru setiap hari menunjukkan penyebaran virus mungkin melambat. Mereka mengatakan, total memang akan meningkat lebih lanjut setelah laboratorium hCina menguji tumpukan ribuan sampel dari kasus yang ada.
Direktur Pusat Infeksi dan Kekebalan Universitas Columbia Dr. Ian Lipkin menyatakan, penurunan drastis dalam penyebaran ini mulai terjadi di Cina pada akhir bulan. Hal ini menunjukan penahanan dan isolasi yang dilakukan terbukti efektif.
Ahli yang membantu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Cina selama wabah SARS ini pun menyatakan, cuaca yang lebih hangat juga akan mengurangi kemampuan virus untuk menyebar. Cuaca tersebut membawa orang keluar dari ruang tertutup di mana mereka lebih cenderung menjadi sakit.
Namun, Lipkin mengingatkan, jika ada lonjakan kasus baru ketika orang-orang mulai kembali bekerja dalam beberapa hari mendatang, maka ini akan menjadi masalah. Selain itu, dia menekankan tingkat kematian virus baru memang lebih rendah dari patogen sebelumnya, kemungkinan akan kembali setelah wabah saat ini berakhir bisa terjadi.
"Saya pikir ini mungkin (kembali), dan ini adalah argumen yang digunakan orang untuk terus berinvestasi dalam vaksin dan saya pikir ini argumen yang masuk akal," kata Lipkin.
Dari langkah-langkah ekstrem yang diambil, Lipkin mengatakan ada sedikit pilihan yang diberikan sumber daya terbatas dan pengetahuan tentang virus. "Itu seperti Titanic yang turun. Anda hanya memiliki sejumlah sekoci. Anda harus membuat semacam keputusan berdasarkan apa yang terbaik untuk negara secara keseluruhan dan untuk dunia," ujarnya.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan akan mengirim para ahli ke Cina mulai Senin atau Selasa. Diharapkan dalam tim tersebut akan melibatkan para ahli dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat.