REPUBLIKA.CO.ID,LEBAK--Museum anti kolonial pertama di Indonesia, yakni Museum Multatuli di Kota Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten menjadi destinasi wisata pendidikan yang makin digemari wisatawan. Hal ini dapat dilihat dari dari data jumlah pengunjung pada tahun lalu yang jauh melampaui target sebelumnya 30 ribu orang, ternyata realisasinya justru sebanyak 71.982 orang.
Kepala Museum Multatuli Ubaidillah Muchtar menuturkan, banyaknya jumlah kunjungan ke museum merupakan hal yang di luar perkiraannya. Ia berharap agar masyarakat semakin paham dengan tujuan pembangunan museum yang ingin menyajikan informasi lengkap terkait sejarah Lebak hingga daerah di Banten secara keseluruhan.
"Kami optimis museum ini pelan-pelan akan diterima masyarakat dan pro kontra terkait museum yang sebenarnya tidak hendak mengkultuskan Multatuli secara individu akan pelan-pelan hilang. Tujuan museum ini sebenarnya hendak menyajikan sejarah Banten, sejarah Lebak, sejarah Rangkasbitung untuk masyarakat, walaupun tentunya ada sejarah Multatuli yang disajikan," jelas pria yang biasa dipanggil Kang Ubai ini, Senin (10/2).
Demi mencapai jumlah kunjungan 70 ribu orang dalam satu tahun, Ubai mengatakan berbagai program telah dilakukan pihaknya. Program seperti lecture atau kajian bulanan tentang sejarah atau berbagai topik menarik menjadi kegiatan rutin yang disebutnya cukup digemari masyarakat. "Karena 70 ribu itu bukan hanya hitungan pengunjung masuk museum, tapi juga yang mengikuti lecture dan undangan ke sekolah-sekolah binaan. Kita ada tujuh wilayah binaan, kita undang dari siswa SD, SMP dan SMA," jelasnya.
Program festival seni multatuli juga disebutnya menjadi program yang sukses mendongkrak jumlah pengunjung multatuli. Festival yang menghadirkan berbagai event dan perlombaan selama tujuh hari ini berdampak besar kepada jumlah pengunjung museum, kegiatan yang sama juga akan dilakukan tahun 2020 ini.
"Maret itu bertepatan dengan dua tahun museum dan 200 tahun Multatuli. Rencananya akan kita adakan serial lecture dan program publik lomba pelajar tingkat SMP dan SMA seperti lomba pidato dan menulis resensi,"jelasnya.
Ubai juga menyebut koleksi museum akan terus ditambah, koleksi seperti surat Multatuli yang telah didigitalisasi saat ini menjadi barang terbaru museum. "Koleksi terbaru ada surat Multatuli yang sudah didigitalisasi dan bisa dilihat di dalam tablet yang ada di museum. Kami juga memperbesar caption atau tulisan di museum agar lebih mudah dibaca," tuturnya.
Sementara itu Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan museum ini memang menjadi salah satu destinasi favorit bagi wisatawan saat berkunjung ke Lebak. Letaknya yang dekat dengan Puspemkab lebak dan tidak jauh dari stasiun cukup mempermudah akses ke museum.
Narasi sejarah Multatuli juga diharapkannya akan memberikan dampak positif bagi masyarakat secara umum atau pengunjung museum. Tujuan pendirian museum yang menurutnya sebagai fasilitas untuk memupuk semangat antikolonialisme adalah hal yang memang harus dipelajari.
"Setiap kita berpegang kepada spirit yang sama soal perjuangan melawan ketertinggalan, kemiskinan, dan kebodohan maka setiap dari kita dapat menjadi Multatuli di era kekinian," tutur Bupati Lebak.
Adanya museum hingga festival seni muktatuli yang digelar beberapa waktu lalu disebutnya menjadi media pembelajaran masyarakat. "Harapannya agar lentera api semangat perlawanan terhadap ketertinggalan, kemiskinan, dan kebodohan tetap akan terus menyala melewati setiap zamannya, serta menjadi kesadaran kolektif semua pemangku kepentingan," katanya.