Ahad 11 Feb 2018 18:56 WIB

Museum Antikolonialisme Multatuli Resmi Dibuka

Museum terletak di Jalan Alun-alun Timur Nomor 8, Kecamatan Rangkasbitung, Lebak

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Hazliansyah
(ki-ka) Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid, Bupati Kabupaten Lebak Iti Octavia, Sejarawan Bonnie Triyana, dan Wakil Bupati Lebak Ade Sumardi saat menggelar Taklimat Media usai meresmikan museum Multatuli di di Jalan Alun-alun Timur Nomor 8, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, Ahad (11/2).
Foto: Republika/Gumanti Awaliyah
(ki-ka) Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid, Bupati Kabupaten Lebak Iti Octavia, Sejarawan Bonnie Triyana, dan Wakil Bupati Lebak Ade Sumardi saat menggelar Taklimat Media usai meresmikan museum Multatuli di di Jalan Alun-alun Timur Nomor 8, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, Ahad (11/2).

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Multatuli, museum antikolonialisme pertama di Indonesia resmi dibuka pada Ahad (11/2). Museum yang terletak di Jalan Alun-alun Timur Nomor 8, Kecamatan Rangkasbitung, Lebak, Banten ini bisa menjadi sumber literasi untuk mengetahui dan mengingat pedihnya praktik kolonialisme dan perjuangan masyarakat Indonesia lepas dari itu.

"Bismillah, saya resmikan museum Multatuli ini," kata Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Lebak, Ahad (11/2).

Multatuli merupakan nama pena dari Eduard Dewis Dekker. Dia pernah menjabat sebagai asisten Wedana Lebak, yang kemudian menuliskan kepedihan dan ketidakadilan yang diterima masyarakat pada masa itu ke dalam novel berjudul "Max Havelaar (1860)".

Iti berharap setelah dibukanya museum Multatuli, masyarakat Lebak, Indonesia, bahkan dunia tidak akan lupa dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia terlepas dari belenggu penjajah. Selain itu, dia pun berharap, diresmikannya Multatuli sekaligus dapat memajukan pariwisata di Kabupaten Lebak.

"Museum ini harus jadi mercusuar ilmu pengetahuan. Membasmi musuh-musuh kita dengan literasi. Musuh kita hari ini adalah kebodohan ketertinggalan dan kemiskinan," tegas Iti.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak Wawan Rostandi mengatakan, perjuangan membangun museum Multatuli tidak mudah. Selain keterbatasan anggaran, tidak mudah mencari konten dan merajut konten sejarah yang berkaitan dengan Multatuli untuk mengisi museum tersebut.

"Dari tahun 2016 mulai kami renovasi, lalu pengisian kontennya dan akhirnya dibuka saat ini," kata Wawan.

Wawan menjelaskan, museum Multatuli terbagi atas tujuh ruangan yang terbagi atas empat tema. Pertama, bercerita tentang sejarah masuknya kolonialisme. Kedua, memperkenalkan Multatuli dan karya-karyanya. Ketiga, paparan tentang sejarah Banten dan Lebak. Keempat, menceritakan Lebak masa kini.

Untuk mengisi konten, Pemerintah Kabupaten Lebak bekerja sama dengan Perhimpunan Multatuli di Belanda. Menurut Wawan, kerja sama tersebut bertujuan untuk menduplikasi sejumlah dokumen Multatuli.

Seperti surat menyurat Multatuli dengan pejabat Hindia-Belanda tentang keadaan masyarakat Lebak, foto-foto masyarakat Lebak yang kelaparan bahkan meninggal akibat sistem tanam paksa, hingga novel Max Havelaar terbitan pertama.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement