Jumat 21 Feb 2020 09:30 WIB

Ulama India Menentang Sensus Penduduk

Sensus penduduk bisa menjadi ancaman bagi umat Islam di India.

Rep: Ratna AJeng Tejomukti/ Red: Muhammad Hafil
Ulama India Menentang Sensus Penduduk. Foto Ilustrasi: Ribuan Muslim India di Chennai memprotes Undang-undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA), Sabtu (15/2).
Foto: PTI
Ulama India Menentang Sensus Penduduk. Foto Ilustrasi: Ribuan Muslim India di Chennai memprotes Undang-undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA), Sabtu (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, MUMBAI --  Ulama Jamiat-I-Hind (JUIH) menentang kegiatan Daftar Penduduk Nasional (NPR) yang akan datang. Mereka mengatakan kegiatan ini bisa menjadi ancaman besar bagi umat Islam, yang telah tinggal di negara itu selama berabad-abad.

Dilansir di indiatoday.in, Jumat (21/2) NPR akan dilakukan di seluruh negeri bersama dengan sensus rumah 2021 dari 1 April hingga 30 September 2020. Setiap penduduk India diwajibkan mendaftar di NPR.

Tujuan NPR adalah untuk membuat basis data identitas komprehensif dari setiap penduduk di negara tersebut. Presiden JUIH Maulana Syed Arshad Madani mengatakan mereka tidak memiliki masalah dengan NPR jika dilakukan dengan cara yang mirip dengan Sensus sejak 1951, tetapi sekarang sensus tersebut memiliki bentuk dan makna yang berbeda.

Madani menilai pemerintah pusat terlibat dalam politik kebencian selama beberapa tahun terakhir. "Dunia tahu pemerintah menabur benih kebencian selama delapan tahun terakhir. Kami mendapat ancaman dari petugas survei pemerintah itu karena kami tidak akan pernah mendapatkan hak kami," katanya.

Madani mengatakan proyek NPR-NRC adalah bagian dari agenda pemerintah pusat untuk mengubah India menjadi negara Hindu.

"NPR-NRC adalah bagian dari agenda yang lebih besar untuk mengisolasi dan mengasingkan Muslim dan menjadikan India sebagai negara Hindu. Mereka ingin mempolarisasi masyarakat," katanya.

Ketika Konstitusi menjamin hak yang sama bagi semua warga negara, terlepas dari agama, kasta, bahasa, wilayah mereka, agenda di belakang CAA-NRC-NPR sangat jelas. Dia mengatakan NPR adalah ancaman besar bagi umat Islam dan juga beberapa komunitas lain, termasuk Dalit.

Menyoroti bahwa di NPR, petugas survei dapat menulis 'D' (artinya ragu-ragu) di depan nama siapa pun dan ini bermasalah.

Madani mengatakan mereka tidak memiliki masalah dengan bentuk Sensus populasi konvensional. Dia mengatakan orang tidak dapat melarikan diri dari NPR bahkan jika diasumsikan bahwa CAA dan NRC akan dihapuskan.

"(Menteri Dalam Negeri Uni) Amit Shah dan (Perdana Menteri Narendra) Modi tidak berbicara tentang NPR. Mereka berbicara tentang CAA-NRC.

Menyoroti alasan untuk menentang NPR, dia berkata mereka memiliki dua masalah utama. Pertama, orang harus membuat akta kelahiran orang tua dan kedua, surveyor dapat menulis pernyataan yang meragukan di depan nama siapa pun.

Madani mengatakan organisasinya telah mengajukan petisi terhadap NPR di pengadilan.

Ditanya apakah mereka akan memboikot proses pembaruan NPR, Madani mengatakan JUIH akan membahas masalah ini pada pertemuan badan umum yang dimulai di Mumbai pada Jumat ini.

Masalah agama, sosial dan politik juga akan dibahas pada pertemuan yang akan berakhir dengan rapat umum pada Ahad (23/2). Untuk diketahui, JUIH, dibentuk pada tahun 1919, adalah salah satu organisasi terkemuka cendekiawan Islam yang tergabung dalam aliran pemikiran Deobandi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement