REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi Budiyanto menyoroti fenomena pelanggaran melawan arus di Ibu Kota. Ia menganggap pelanggaran itu cenderung terabaikan oleh petugas yang berwenang.
"Fenomena seperti ini sebenarnya sudah terjadi cukup lama namun sampai sekarang pelanggaran melawan arus masih terjadi bahkan ada kesan petugas tidak berdaya karena ruang kesempatan untuk melanggar lebih besar," kata Budiyanto dalam keterangan tertulis pada Sabtu, (7/3).
Ia menyebut berlarutnya masalah ini disebabkan beberapa faktor. Di antaranya minim pengawasan, budaya permisif atau kurang disiplinnya pengguna jalan.
"Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi apabila ada komitmen kuat dari aparat untuk melalukan kegiatan- kegiatan secara sinergis dan terintegrasi dari mulai kegiatan pre-emtif, preventiv dan penegakan hukum secara berkelanjutan," ujarnya.
Budiyanto menyebut sejumlah titik-titik rawan pelanggaran di Ibu Kota. Di antaranya untuk Jakarta Pusat (jalan Juanda, Kartini, Karang Anyar, Kyai Haji Mansur), Jakarta Selatan (Lenteng Agung, Ranco, Kalibata).
Budiyanto menganggap penegakan hukum dengan cara-cara konvensional di tempat-tempat tersebut sudah tidak efektif lagi. Sebab ruang kesempatan melanggar lebih besar dibandingkan kekuatan pengawasannya.
"Yang paling efektif penegakan hukum sistem E-TLE ( Electronic traffic law enforcement ) karena pelanggaran dapat terdeteksi selama full time dan datanya langsung tersimpan di back offfice dalam bentuk rekaman vidio, foto untuk barang bukti di pengadilan," jelasnya.