REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sebanyak dua perawat RSUP Sanglah, Denpasar, Bali dengan status orang dalam pengawasan (ODP) menjalani perawatan di ruang isolasi rumah sakit tersebut. Dua perawat mengalami demam dan batuk.
"Dari perkembangan pasien yang bertambah, jadi membutuhkan tenaga ekstra karena tenaga keperawatan di sini cukup terbatas. Dengan perkembangan pasien itu rupa-rupanya ada yang perawat yang kelelahan, dua orang itu demam, batuk. Karena ada demam, batuk, makanya kita masukan dalam perawatan pengawasan," kata Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar dr. I Wayan Sudana di Denpasar, Kamis (12/3).
Ia mengatakan dua perawat tersebut memiliki riwayat pernah memberikan pelayanan dan perawatan di RSUP Sanglah dan kondisinya kelelahan.
"Usaha kita dengan mengupayakan menarik beberapa tenaga yang sudah terlatih Pencegahan Pengendalian Infeksi tenaga terlatih dan itu akan kita tarik. Jumlahnya sesuai dengan perhitungan perkembangan pasien. Kita juga bersurat ke provinsi untuk meminta bantuan tenaga untuk merawat pasien terinfeksi. Kita butuhkan 16 tenaga dan kita punya sekarang 20 perawat di ruang itu. Jadi diperkirakan butuh 36 perawat," katanya.
Ia mengatakan dua perawat tersebut saat ini berada di ruang isolasi. "Jadi kalau sehat-sehat boleh pulang. Sudah ada prosedur ya. Bagaimana dia menangani pasien menggunakan APD seperti apa itu semua sudah ada prosedurnya," ucapnya.
Wayan Sudana menjelaskan jika kasus meningkat pihaknya sepakat terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Bali. "Jadi ada beberapa skenario, dan saat ini kita cukup menggunakan ruang isolasi yang sudah siap di masing masing rumah sakit, seperti RSUP Sanglah, RSUD Sanjiwani Gianyar, RSUD Tabanan, dan RSUD Buleleng. Ketika ada penambahan jumlah, ada lagi ruangan lain yang bisa dikosongkan dan dialihfungsikan untuk perawatan pasien," katanya.
Ketua Komite K3 RSUP Sanglah Denpasar Dr. IGB Ken Wirasandhi mengatakan SDM saat ini akan mengoptimalkan pemakaian APD dan proses dekontaminasi sehingga ketika selesai melakukan kegiatan itu, direkomendasikan untuk pulang.
"Kalau kasus banyak dan sumber daya terbatas maka jam kerja karyawan ditambahkan. Jadi, akan ada karantina di RS Sanglah untuk melakukan pelayanan optimal dengan jumlah tenaga terbatas. Misalnya, diambil seminggu atau dua minggu dengan asumsi yang kontak lama maka berisiko sakit. Setelah diputuskan dua minggu boleh tidak bertugas maka kita akan melakukan proses selama 14 hari karantina sampai tidak menimbulkan keluhan, baru boleh bekerja," katanya.
Ia menjelaskan saat ini Ruang Nusa Indah dicoba untuk dirancang sebagai tempat mereka bisa istirahat representatif jangka lama. Saat ini, rekomendasi untuk mereka masih boleh pulang setelah dekontaminasi.
"Maka tadi proses dekontaminasi untuk ruangan sudah dilakukan dengan situasi pengembangan optimalisasi ruang isolasi. Jadi makin dioptimalkan dan akses masyarakat yang tidak berkepentingan diatur. Begitu juga kendali, termasuk media, supaya bisa memutus rantai penularan dan jangan sampai RS Sanglah menjadi episenter baru dalam kasus ini," katanya.
Ia menjelaskan untuk akses jalan ke ruang Nusa Indah akan dibatasi, di mana orang yang boleh masuk hanya petugas seperti membawa jenazah dengan fasilitas APD lengkap, sedangkan keluarga pasien melalui jalur berbeda.