Rabu 25 Mar 2020 22:39 WIB

Misi Luar Angkasa NASA yang tak Selalu Mudah

Ilmuwan NASA bahkan harus menghadapi misi asteroid yang di luar dugaan.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Nora Azizah
Ilmuwan NASA bahkan harus menghadapi misi asteroid yang di luar dugaan (Foto: ilustrasi ilmuwan NASA)
Foto: Flickr
Ilmuwan NASA bahkan harus menghadapi misi asteroid yang di luar dugaan (Foto: ilustrasi ilmuwan NASA)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Misi luar angkasa memang tidak selalu mudah. Ketika pesawat ruang angkasa OSIRIS-Rex milik NASA di asteroid Bennu pada Desember 2018, para ilmuwan dan insinyur di misi tersebut menyadari asteroid lebih berbatu daripada yang mereka duga.

Batuan besar itu ada dimana-mana. Mereka tidak ingin batuan itu menabrak pesawat ruang angkasa.

Baca Juga

OSIRIS-Rex, yang diluncurkan pada 2016, memiliki sistem navigasi LIDAR yang memungkinkan pesawat ruang angkasa mengenali hambatan berdasarkan gema dari pancaran cahaya. Pancaran cahaya tersebut dihasilkan oleh probe.

Tetapi begitu misi tersebut mengungkapkan permukaan Bennu semuanya berbatu-batu, para ilmuwan dan insinyur memutuskan sudah waktunya untuk membuat sesuatu yang baru. Hasilnya adalah proses yang disebut tim Natural Feature Tracking.

Tim tersebut bergantung pada basis data gambar besar yang dibangun oleh OSIRIS-Rex dalam beberapa bulan sejak tiba di Bennu. Mereka mulai mengambil gambaran batuan ruang angkasa dari setiap sudut yang memungkinkan.

Ketika probe memulai upaya pengambilan sampel, ia akan mulai mengambil lebih banyak foto seperti. Sistem komputer akan secara otomatis dibandingkan dengan gambar yang diarsipkan dan menunjukkan jalur yang harus diikuti.

Jika pandangan itu tidak sejajar, pesawat ruang angkasa akan secara otomatis mundur untuk upaya lain, daripada risiko kerusakan pada permukaan yang berbahaya. Jika sistem bekerja seperti yang direncanakan, sistem harus meningkatkan akurasi OSIRIS-Rex.

“Sedangkan sistem LIDAR hanya dirancang untuk akurasi dalam jarak 164 kaki (50 meter). Natural Feature Tracking akan cukup akurat untuk menangani area target hanya ukuran  10 persen,” kata pejabat NASA dalam sebuah pernyataan, seperti yang dilansir dari Space, Rabu (25/3).

Para ilmuwan di misi OSIRIS-Rex telah memilih dua lokasi pengambilan sampel target di Bennu. Dua lokasi tersebut dijuluki Nightingale dan Osprey.

Jendela misi untuk pengambilan sampel dibuka pada akhir Agustus untuk memastikan pesawat ruang angkasa dapat meninggalkan Bennu tahun depan. Jika semuanya berjalan dengan baik, para ilmuwan harus memiliki batuan ruang angkasa mereka di Bumi pada 2023.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement