REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nifas adalah darah yang keluar dari rahim seorang muslimah akibat usai melahirkan. Darah nifas keluar bersamaan dengan proses persalinan, sebelum, maupun sebelumnya yang disertai dengan rasa sakit.
Dalam buku berjudul Darah Kebiasaan Wanita karya Syaikh Muhammad bin Shaleh Al 'Utsaimin, disebutkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah perbah berkata, "Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai merasa sakit adalah nifas." Rasa sakit yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut adalah rasa sakit sebagai proses menuju kelahiran, jika tidak, maka darah tersebut tidak dihitung sebagai nifas.
Para ulama sendiri memiliki perbedaan pendapat terkait batas maksimal dan minimal masa nifas. Syaikh Taqiyuddin menyebut tidak ada batas minimal maupun maksimal untuk masa nifas. Jika seorang wanita mendapati darah lebih dari 40, 60 atau 70 hari dan setelahnya berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu darah kotor, bila hal itu terjadi maka batasnya 40 hari. 40 hari merupakan batas umum dinyatakan oleh banyak hadits.
Ini berarti, jika darah nifas ini terus keluar lebih dari 40 hari, namun sudah mulai berkurang dan ada tanda akan berhenti dalam waktu dekat, maka menunggu sampai berhenti. Tapi jika tidak ada tanda-tanda tersebut, 40 hari adalah batasnya agar muslimah tersebut langsung mandi wajib.
Adapun darah yang keluar dari rahim abru disebut sebagai nifas jika muslimah melahirkan bayi dalam bentuk manusia. Tapi jika seorang muslimah mengalami keguguran dan janinnya saat dikeluarkan belum berwujud manusia, darah yang keluar tidak dinilai sebagai darah nifas. Darah itu dihukumi sebagai darah penyakit (istihadhah) dan tidak menghalangi untuk melakukan ibadah seperti shalat, puasa, dan membaca Alquran.
Adapun waktu bagi janin untuk dapat berwujud manusia membutuhkan waktu 80 hari dihitung dari hari pertama hamil. Sebagian pendapat mengatakan 90 hari.
Menurut Ibnu Taimiyah dalam kitab Syarhul Iqna' disebutkan, "Manakala seorang wanita mendapati darah yang disertai rasa sakit sebelum masa (minimal) itu, maka tidak perlu dianggap (sebagai nifas). Namun jika sesudah masa minimal, maka ia tidak shalat dan tidak puasa. Kemudian, apabila sesudah kelahiran temyata tidak sesuai dengan kenyataan (bayi belum berbentuk manusia) maka ia segera kembali mengerjakan kewajiban. Tetapi kalau ternyata demikian (bayi sudah berbentuk manusia), tetap berlaku hukum menurut kenyataan sehingga tidak perlu kembali mengerjakan kewajiban."
Adapun hukum nifas sama dengan hukum saat wanita sedang masa haid. Ia diharamkan untuk shalat, puasa, thawaf, jima', dan diceraikan. Meski demikian, ada beberapa perbedaan antara wanita haid dan nifas. Pertama untuk iddah, Apabila wanita tidak sedang hamil, masa iddah dihitung dengan haid, bukan dengan nifas. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 228, "Wanita-wanita yang dicerai hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.."
Iddah dihitung dengan terjadinya talak, bukan dengan nifas. Sebab, jika talak jatuh sebelum isteri melahirkan, maka masa iddahnya habis setelah melahirkan. Sedangkan jika talak jatuh setelah melahirkan, maka ia menunggu sampai sang istri mendapat tiga kali haid, sebagaimana telah dijelaskan.
Kedua adalah masa ila', atau sumpah seorang laki-laki untuk tidak melakukan jima’ terhadap istrinya selamanya atau lebih dari empat bulan. Setelah masa empat bulan, bila sang istri meminta untuk berhubungan, maka sang suami harus memilih antara jima' atau bercerai. Masa haid termasuk hitungan masa ila’, sedangkan masa nifas tidak.
Ketiga, perihal masa akil baligh. Masa baligh terjadi ditandai dengan mengalami haid, bukan nifas. Seorang muslimah tidak mungkin bisa hamil jika belum mengalami haid. Maka baligh seorang muslimah terjadi dengan datangnya haid sebelum masa kehamilan.
Keempat, perihal darah yang keluar. Untuk darah haid, jika telah berhenti namun tak lama keluar kembali dalam rentang waktu biasanya ia haid, maka darah itu diyakini masih darah haid. Sementara untuk darah nifas, jika darah berhenti sebelum 40 hari lalu keluar lagi pada hari ke-40 atau 41 maka darah itu diragukan termasuk darah nifas. Karena itu wajib bagi si wanita untuk tetap melaksanakan shalat dan puasa.
Jika darah kembali keluar pada masa yang dimungkinkan masih sebagai nifas atau dalam rentang waktu 40 hari, maka termasuk nifas. Jika tidak, maka dinilai sebagai darah haid. Kecuali jika darah itu keluar terus menerus maka merupakan istihadhah. Pendapat ini mendekati keterangan yang disebutkan dalam kitab Al-Mughni', Imam Malik mengatakan, "Apabila seorang wanita mendapati darah setelah dua atau tiga hari, yakni sejak berhentinya, maka itu termasuk nifas. Jika tidak, berarti darah haid."