Kamis 16 Apr 2020 16:34 WIB

Pakar: Kombinasikan Rapid Test Covid-19 dengan PCR

Ahli epidemiologi menyarankan rapid test Covid-19 dikombinasikan dengan PCR.

Ahli epidemiologi menyebut rapid test Covid-19 harus dikombinasikan dengan tes PCR.
Foto: ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Ahli epidemiologi menyebut rapid test Covid-19 harus dikombinasikan dengan tes PCR.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) dr Pandu Riono menyarankan pemerintah agar mengombinasikan berbagai tes Covid-19. Langkah itu diperlukan guna mencegah penyebaran virus corona tipe baru tersebut di masyarakat.

"Harus ditambah untuk tes virus, rapid test dan polymerase chain reaction (PCR). Jadi orang terinfeksi itu ketahuan setelah dilakukan tes," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Menurut Pandu, apabila masyarakat sudah semakin sedikit melakukan interaksi ataupun mobilisasi sosial, maka kombinasi tes tadi tetap diperlukan dengan tujuan mengantisipasi penyebaran virus. Namun, menurut Pandu, rapid test atau tes cepat saja tidak cukup untuk mengetahui apakah seseorang positif atau tidak.

Oleh sebab itu, menurut Pandu, perlu dilakukan kombinasi tes lainnya agar hasil pemeriksaan lebih akurat. "Kita tingkatkan akurasinya dengan PCR, tidak cukup dengan rapid test saja," ujarnya.

Selain itu, Pandu juga memberikan masukan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atau pemerintah secara umum agar melibatkan semua pihak, terutama ahli kesehatan masyarakat dalam menangani pandemi Covid-19. Menurut dia, selama ini pemerintah belum melibatkan semua pihak secara maksimal terutama tenaga kesehatan masyarakat.

Padahal, menurut Pandu, para tenaga kesehatan masyarakat tersebar luas di sejumlah daerah. Hal itulah yang mesti dirangkul pemerintah untuk menghadapi situasi saat ini.

"Jangan hanya bekerja di sektor tenaga kesehatan dokter dan perawat saja," katanya.

Terpisah, ahli epidemiologi dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatra Barat Defriman Djafri mengatakan, rapid test atau tes cepat tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk memastikan seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak. Sebab, pada dasarnya itu bukan rekomendasi dari WHO.

"Itu harus hati-hati betul," kata dia.

Defriman menjelaskan, tes cepat itu lebih kepada pemeriksaan antibodi saja, bukan PCR. Dikhawatirkan, setelah orang melakukan rapid test dan hasilnya negatif mereka merasa sudah aman dari Covid-19, padahal belum tentu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement