REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Direktur Utama RSUD dr Soetomo Surabaya, Joni Wahyuhadi, angkat bicara mengenai klaim obat Covid-19 temuan praktisi pengobatan alternatif Ningsih Tinampi. Obat yang dipromosikan melalui akun Youtube Ningsih itu dijual seharga Rp 35 ribu.
"Penemuan itu harus melalui fase-fase dan saking panjangnya kadang-kadang kita tidak sabar, tapi kalau yang non ilmiah kadang ada efek sampingnya," kata Joni di Surabaya, Jawa Timur, Senin (20/4).
Pria yang juga menjabat ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur ini menyatakan, pihaknya tetap berpandangan, menemukan suatu obat harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Tentunya dengan teori yang bagus dan dilakukan percobaan terlebih dahulu di laboratorium, percobaan pada binatang, kemudian uji coba klinis pada manusia.
Joni mengatakan, infeksi virus corona yang telah menjadi pandemi global merupakan penyakit self-limiting disease alias bisa diperangi oleh sistem kekebalan tubuh. Menurutnya, yang menjadi masalah adalah ketika virus tersebut menyerang orang yang berisiko, usia tua, sistem imun lemah, dan orang dengan komorbid mulai dari diabetes, obesitas, hingga paru kronis.
"Karena sifatnya yang sembuh sendiri, terus ada orang yang memberikan sesuatu, lalu kebetulan sembuh, dan dianggap sembuh karena itu," kata Joni.
Dalam unggahan di akun Youtube-nya pada pekan lalu, Ningsih mengatakan, obat temuannya merupakan buatan Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Tanpa menyebut isinya, ia mengeklaim obat tersebut tidak asing di dunia kedokteran.
Sejauh ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan belum ada satupun obat yang terbukti manjur mencegah maupun mengobati Covid-19. Sementara waktu, dokter memberikan obat antivirus influenza Favipiravir, obat anti malaria Klorokuin, atau obat anti HIV dan hepatitis Lopinavir-ritonavir untuk membantu pasien infeksi corona. Ilmuwan juga terus meneliti efektivitas pemberian plasma darah dari orang yang telah sembuh dari Covid-19.