Rabu 22 Apr 2020 15:58 WIB

Membendung Niatan Warga Mudik pada Zaman Pagebluk

Sekitar 85 persen dari 4.000 anggota Persaudaraan Pemangkas Rambut Garut sudah mudik.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Calon penumpang bersiap menaiki bus AKAP untuk pulang kampung di terminal bayangan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Calon penumpang bersiap menaiki bus AKAP untuk pulang kampung di terminal bayangan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secangkir kopi hitam belum habis diseruput Sugih Hidayah saat telepon genggam di saku celananya kembali berdering. Tugasnya sebagai ketua RW 13 di Kelurahan Jatirasa, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat, justru bertambah sejak sepekan terakhir penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berlaku di Kota Bekasi.

Salah satunya permintaan surat izin pulang kampung yang diajukan warga dari balik sambungan telepon. Alasannya, orang tua mereka yang sudah sepuh di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, sedang sakit keras dan meminta seluruh keluarga berkumpul di kampung.

"Maaf Bapak, kami di RW tidak ada kewenangan untuk memberi surat izin perjalanan saat situasi begini," ujar Sugih kepada warganya.

Perangkat Kelurahan Jatirasa yang dikonfirmasi penulis terkait kondisi itu pun menyatakan hal yang sama dengan apa yang diucap Sugih. Mereka justru menyerahkan keputusan itu kepada perangkat RT/RW, sebab pemerintah tidak menoleransialasan apapun bagi warga yang berniat pulang kampung.