REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salam pembaca,
Mulai pekan ini dan selama bulan Ramadhan, redaksi akan menayangkan tanya jawab seputar zakat bersama Bapak Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Ketua Dewan Penasehat Syariah Dompet Dhuafa.
Assalamualaikum wa Rahmatullahi wa Barakatu
Kepada Yth. Bapak Ustaz Amin,
Saya ingin bertanya mengenai hukum zakat mal di saat memiliki utang.
Pertanyaan saya:
Pada bulan Juli 2014 (Ramadhan 1435 Hijriah) jumlah harta yang kami miliki sudah mencapai Nishab dan telah Haul hingga Juli 2015 (Ramadhan 1436 Hijriah). Namun dalam perjalanan Haul tersebut kami membeli sebuah Properti pada bulan Maret 2015 (Jumadal Ula 1436 Hijriah) dengan cara mencicil/berutang, dimana disepakati nilai tertentu untuk pembayaran setiap bulannya dan akan lunas dalam tempo kurang lebih satu setengah tahun sejak Maret 2015.
Jika dihitung total jumlah cicilan/utang hingga lunas ataupun nilai cicilan/utang kami jumlahnya hingga jatuh tempo, nilai cicilan/utang tersebut lebih besar dari jumlah harta kami yang telah Nishab dan Haul.
Yang menjadi pertanyaan saya, apakah kronologi yang saya kemukakan diatas (poin 1 dan 2) secara hukum menjadikan kami tidak menjadi seorang wajib zakat atau kami masih terhitung sebagai wajib zakat?
Demikian disampaikan, atas kesempatan bertanya dan jawabannya kami ucapkan Terima Kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
- Ihsan
Jawaban :
Wa ‘Alaikumussalam wa Rahmatullahi wa Barakatu
Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan keberkahan-Nya kepada Bapak dan keluarga.
Terkait pertanyaan Bapak tentang hukum zakat mal, ada beberapa kemungkinan:
Pertama: Nishab harta berupa uang adalah senilai 85 gram emas. Harta wajib dizakati setelah satu tahun dari masa mencapai nishab berdasarkan penanggalan hijriah. Apabila Bapak membelanjakan harta itu sebelum genap haul (satu tahun hijriah), maka uang yang telah dikeluarkan tidak dizakati.
Zakat hanya dikeluarkan dari sisa yang ada bila memang masih mencapai nishab tatkala genap satu tahun. Namun bila Bapak membelanjakan harta itu setelah tersimpan atau genap selama satu tahun, maka kewajiban zakat atas harta itu tidak gugur, karena tatkala memasuki haul kewajiban zakat telah melekat pada harta itu.
Kedua: Apabila Bapak membelanjakannya sebelum sampai satu tahun, maka yang dihitung adalah yang masih ada setelah dibelanjakan selama sisa itu masih mencapai nishab. Apabila masih mencapai nishab maka tetap terkena zakat dan bila tidak maka tidak terkena zakat.
Ketiga: Hutang yang menjadi pengurang adalah utang yang jatuh tempo pada waktu berzakat dan dibayarkan sebelum berzakat. Adapun utang yang belum jatuh tempo saat berzakat atau dibayarkan setelah masa berzakat tidak terhitung sebagai pengurang zakat. Dengan demikian, tidak semua utang yang kita miliki menjadi pengurang zakat. Yang menjadi parameter adalah utang yang harus dibayar sebelum waktu berzakat itulah yang menjadi pengurang.
Wallahu a’lam