Dalam upaya meredam penyebaran virus COVID-19, pemerintah Korea Selatanmenetapkan, orang-orang yang melanggar karantina mulai minggu depan harus mengenakan gelang elektronik. Lewat gelang elektronik itu, pemerintah bisa melacak keberadaan pemakainya.
Wakil Menteri Kesehatan Kim Gang-lip mengatakan, orang-orang yang menolak mengenakan gelang elektronik setelah melanggar peraturan karantina, akan dikirim ke sebuah tempat penampungan. Mereka kemudian diminta untuk membayar biaya akomodasinya.
Menurut pihak berwenang, saat ini sekitar 46.300 orang sedang berada dalam karantina sukarela. Jumlahnya bertambah pesat setelah pemerintah memulai karantina 14 hari bagi semua penumpang pesawat yang tiba dari luar negeri tanggal 1 April lalu, setelah semakin buruknya situasi penyebaran wabah di Eropa dan Amerika Serikat.
Pelanggar Karantina
Pemerintah Korea Selatan menetapkan "nol toleransi” terhadap mereka yang melanggar peraturan karantina. Yang melanggar bisa dikenakan hukuman setahun penjara atau denda 10 juta Won (sekitar 127 juta Rupiah). Warga asing yang melanggar akan dideportasi.
Orang-orang yang diharuskan berada dalam karantina telah diwajibkan mengunduh aplikasi untuk ponsel pintar, yang bisa digunakan pihak berwenang untuk melacak keberadaan mereka. Namun sejumlah orang sudah tertangkap sengaja meninggalkan telepon genggam mereka di rumah.
Misalnya, seorang mahasiswa asing meninggalkan rumahnya untuk melihat bunga-bunga musim semi, dan meninggalkan telepon genggamnya. Ketika ditelpon dan tidak menjawab, apparat berwenang mendatangi tempat tinggalnya. Mahasiswa asing itu kemudian dideportasi.
Gelang elektronik yang kini digunakan untuk pelanggar karantina akan berkomunikasi dengan aplikasi ponsel pintar lewat Bluetooth, dan memberikan informasi kepada pihak berwenang, jika orang itu meninggalkan rumah, atau berusaha mencopot gelang tersebut.
Pelanggaran HAM?
Awalnya pemerintah berniat mengharuskan pemakaian gelang elektronik kepada semua orang yang dikarantina. Ketika rencana itu diperkenalkan tanggal 7 April, sejumlah kritik dilontarkan. Misalnya, Asosiasi Pengacara Korea menyatakan, langkah itu tidak punya dasar hukum apapun, dan melanggar hak privasi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan informasi pribadi. Dikemukakan juga, dengan langkah itu, mereka yang dikarantina diperlakukan seolah berpotensi jadi penjahat.
Oleh sebab itu, pemerintah merundungkan niat untuk mewajibkan semua orang yang dikarantina untuk memakai gelang elektronik, dan hanya mengharuskannya bagi mereka yang melanggar.
Di lain pihak, menurut sebuah jajak pendapat yang diadakan Departemen Kebudayaan, Olah Raga dan Pariwisata tanggal 8 dan 9 April, 80% warga Korea Selatan mendukung penggunaan gelang elektronik.
ml/vlz (ap, business insider, Nikkei Asian Review)