Sabtu 25 Apr 2020 20:11 WIB

Teladan Umar bin Khattab dalam Memperlakukan Istri

Umar bin Khattab diam saja saat istrinya memarahinya.

Rep: Mabruroh/ Red: Hasanul Rizqa
(ilustrasi) Khalifah Umar bin Khattab
Foto: tangkapan layar wikipedia
(ilustrasi) Khalifah Umar bin Khattab

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab, dikenal dengan perangainya yang keras dan tegas, terutama dalam medan jihad. Ia berjulukan al-Faruq. Maknanya, orang yang dapat membedakan kebenaran dari kebatilan, serta berjuang dalam menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan itu.

Bagaimanapun keras tabiatnya, Umar merupakan pribadi yang lemah lembut terhadap istri. Ia mencontoh Nabi Muhammad SAW. Sebab, Nabi SAW bersabda, "Sebaik-baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya."

Baca Juga

Pernah suatu ketika, khalifah kedua itu hanya diam seribu bahasa saat dimarahi istrinya. Al-Faruq tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Demikian dikisahkan seorang sahabat Nabi SAW yang lain, Abu Dzar al-Ghifari.

Abu Dzar menuturkan, "Suatu hari, saya datang ke rumah Khalifah Umar untuk mengadukan tentang suatu hal. Saya ingin meminta pendapatnya, apakah sebaiknya saya menceraikan istri saya yang tak sekali-dua kali marah-marah kepada saya.

Namun, saay saya mengetuk pintu rumah Umar, terdengar suara dari dalam. Rupanya, istri Umar sedang marah-marah kepada suaminya itu (Umar). Sementara, Umar tidak menjawab sepatah kata pun.

Maka, saya pun berpikir, sebaiknya pergi saja dan membatalkan niat saya ini (hendak meminta pertimbangan tentang rencana cerai --Red).

Belum jauh saya melangkah, Umar kemudian keluar dari pintu rumahnya. Ia pun memanggil saya dan berkata  'Engkau datang kepadaku tentu hendak membawa suatu berita penting.'

Saya katakan kepadanya, 'Aku datang kepadamu hendak mengadukan keburukan akhlak istriku kepadaku, tetapi setelah aku mendengar sikap lancang istrimu kepadamu dan engkau hanya diam saja, jadilah aku urung untuk melaporkan keadaanku.'

Saya lihat, Umar kemudian tersenyum, lalu berkata, 'Wahai saudaraku, istriku telah memasak makanan untukku, ia juga telah mencuci pakaianku, mengurus urusan rumahku, dan mendidik dan menyusui anak-anakku dan lain sebagainya. Padahal, semua itu bukan kewajibannya. Selain itu, dengan istriku aku merasa tenang karena bisa terhindar dari melakukan perbuatan yang haram. Maka, aku siap menanggung yang demikian itu.'

'Wahai Amirul Mukminin,' tanya saya, 'apakah aku juga harus berbuat demikian terhadap istriku?'

'Benar,' jawabnya lagi, 'diamlah ketika dimarahi istrimu, karena apa yang dilakukannya tidak akan lama.'"

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement