Senin 27 Apr 2020 10:24 WIB

Penangkapan Ravio Patra, Polda: Agar Masyarakat tidak Resah

'Semua langkah yang dilakukan penyidik bukan untuk mencari-cari masalah.'

Rep: Flori Sidebang/ Red: Ratna Puspita
Direktur Reskrim Umum Kombes Suyudi Ario Seto
Foto: Thoudy Badai
Direktur Reskrim Umum Kombes Suyudi Ario Seto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian mengklaim penangkapan peneliti kebijakan publik Ravio Patra Asri (RPA) bertujuan agar masyarakat tidak resah. Sebab, beredar sebuah pesan singkat melalui aplikasi percakapan WhatsApp yang berisi ajakan untuk melakukan aksi penjarahan pada 30 April 2020.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Suyudi Ario Seto mengatakan, penerima pesan tersebut kemudian melaporkan nomor WhatsApp yang tertera kepada polisi. "Penyidik Polri mendalami kasus ini berdasarkan laporan masyarakat yang resah," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/4)

Baca Juga

Laporan itu pun terdaftar dengan nomor LP/473/IV/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ.  Menurut Suyudi, berdasarkan penelusuran polisi, pemilik nomor yang menyebarkan pesan singkat tersebut adalah Ravio. 

"Semua langkah yang dilakukan penyidik bukan untuk mencari-cari masalah. Sebaliknya penyidik bertanggung jawab untuk membuat kasus ini menjadi jelas berdasarkan kejadian dan saksi," kata Suyudi.

Suyudi mengungkapkan, saat hendak menangkap Ravio di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/4) malam, polisi telah menunjukan surat tugas. Sehingga Ravio dibawa ke Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan terkait penyebaran pesan provokatif yang diduga dikirim melalui nomor WhatsApp miliknya.

"Petugas saat mengamankan memperlihatkan surat tugas untuk dibawa ke kantor," ujar Suyudi.

Dia menuturkan, Ravio menjalani pemeriksaan selama sembilan jam di Polda Metro Jaya. Setelah itu, Ravio dipulangkan dengan status sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Sebab, jelas Suyudi, polisi masih harus meminta keterangan dari sejumlah saksi lainnya terkait dugaan peretasan akun WhatsApp milik Ravio. "RPA menjadi saksi karena tim penyidik masih memerlukan keterangan lain, di mana keterangan ini memerlukan hukum acara yang berbeda menyangkut pemeriksaan server dan sistem informasi yang tidak berada di Indonesia," papar Suyudi. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement