REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu Arabi menempuh jalan halaqah sufi (tarekat) dari beberapa syeikh-nya. Setidaknya, ini tampak dari apa-apa yang ia tulis dalam salah satu karya monumentalnya Al-Futuhatul Makkiyah. Di dalam kitab tersebut, ia mengurai permasalahan sufisme dari beberapa syeikh yang memiliki disiplin spiritual beragam.
Pilihan ini juga yang membuat ia tak menyukai kehidupan duniawi. Ia lebih condong memusatkan perhatian pada persoalan ukhrawi. Untuk kepentingan ini, ia tak jarang melanglang buana demi menuntut ilmu. Ia menemui para tokoh arif dan jujur untuk bertukar dan menimba ilmu dari ulama tersebut. Tidak mengherankan bila dalam usia yang sangat muda, 20 tahun, Ibnu 'Arabi telah menjadi seorang sufi yang terkenal.
Sufi menurut Ibnu Arabi
Menurutnya, tarekat sufi dibangun di atas empat cabang, yakni Bawa'its (instrumen yang membangkitkan jiwa spiritual); Dawa'i (pilar pendorong ruhani jiwa); Akhlaq, dan Hakikat-hakikat.
Adapun komponen pendorongnya terdiri atas tiga hak.
Pertama, hak Allah. Itu adalah hak untuk disembah oleh hamba-Nya dan tidak dimusyriki sedikitpun.
Kedua, hak hamba terhadap sesamanya, yakni hak untuk mencegah derita terhadap sesama, dan menciptakan kebajikan pada mereka.
Ketiga, hak hamba terhadap diri sendiri, yaitu menempuh jalan (tarekat) yang di dalamnya kebahagiaan dan keselamatannya. Pada hak Allah (hak pertama), dapat dilacak secara sempurna pada seluruh karya Ibnu 'Arabi. Di sini, tauhid dijadikan sebagai konsumsi, iman sebagai cahaya hati, dan Alquran sebagai akhlaknya. Lalu naik ke tahap yang tak ada lagi selain al-Haq, yakni Allah SWT.
Tasawuf Ibnu Arabi
Karakter tasawuf Ibnu 'Arabi senantiasa naik dan naik terus ke wilayah yang luhur. Kuncinya senantiasa bertambah rindu, dan hatinya jernih semata hanya bagi al-Haq. Sementara, rahasia batinnya bermukim menyertai-Nya, tak ada yang lain yang menyibukkan dirinya kecuali Tuhannya. Ibnu 'Araby menggunakan kendaraan mahabbah (kecintaan), bermadzhab ma'rifah, dan ber-wushul tauhid.
Ubudiyah dan iman satu-satunya dalam pandangan 'Araby hanyalah kepada Allah Yang Esa dan Mahakuasa, Yang Suci dari pertemanan dan peranakan. Sementara hak sesama makhluk, ia mengambil jalan taubat dan mujahadah jiwa, serta lari kepada-Nya.
Ia gelisah ketika kosong atas tindakan kebajikan yang diberikan Allah, sebagai jalan mahabbah dan mencari ridha-Nya. Hak ini bersumber pada ungkapan ruhani dimana semesta alam yang ada di hadapannya merupakan penampilan al-Haq.
Seluruh semesta bertasbih pada Sang Khaliq, dan menyaksikan kebesaran-Nya. Hak terhadap diri sendiri adalah menempuh kewajiban agar sampai pada tingkah laku ruhani dengan cara berakhlak yang dilandaskan pada sifat-sifat al-Haq, dan upaya penyucian dalam taman Zat-Nya.