REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi para ahli tasawuf abad pertengahan hingga kontemporer, Syekh Ibrahim bin Adham bagaikan mata air. Dia termasuk yang paling awal mengamalkan dan mengajarkan laku sufi di tengah masyarakat. Di samping itu, konsistensinya dalam zuhud menjadi ciri khas tasawuf yang datang sesudahnya.
Ada banyak kisah keteladanan ulama tersebut. Misalnya, yang disampaikan Muhammad bin Abu Bakar al-Ushfuri dalam kitabnya, Mawaizh Ushfuriyah. Suatu ketika, Syekh Ibrahim sedang duduk di sebuah tempat. Di sana, dia membuka bekal makanannya. Tanpa diduga, seekor burung gagak datang mengambil sedikit dari makanan tersebut. Lantas, hewan ini terbang menuju bukit.
Karena penasaran, Ibrahim pun membuntuti burung tersebut. Dia segera membungkus makanannya, lalu menunggangi dan memacu kudanya. Dengan cepat, disusulnya hewan bersayap tadi.
Akan tetapi, burung itu lebih cepat. Ibrahim pun tak lagi mengetahui ke mana hewan terbang itu mengarah. Karena jejak terakhir yang diingatnya ke arah bukit, ia memacu kudanya ke sana.
Sampai di dataran tinggi itu, Ibrahim menemukan seseorang dalam kondisi terikat. Burung gagak itu ternyata ada di dekat orang tersebut. Paruhnya yang membawa makanan kemudian bergerak mendekati mulut orang malang ini.
Sang burung lalu melepas makanannya. Mulut orang itu terbuka dan menelannya. Hal seperti itu terjadi dalam beberapa hari sejak pria tak dikenal itu terjerat. Pada hari keempat, Ibrahim mendekatinya, lalu membebaskannya. Lelaki itu bercerita, dirinya dalam kondisi demikian sejak disandera dan dibuang kawanan perampok. Dengan kuasa Allah, ia masih hidup dan tetap mendapatkan rezeki untuk makan melalui perantaraan burung gagak.
View this post on Instagram