REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Pakar ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Lukman Hakim, meminta pemerintah menindak perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak karena kondisi usaha yang tidak baik akibat pandemi Covid-19. Sebab, PHK yang terjadi tersebut tidak melalui prosedur PHK yang sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Lukman Hakim meminta pemerintah menindak perusahaan yang melakukan PHK massal secara sepihak kepada para buruh tanpa memberikan uang pesangon yang sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.
"Kalau ada PHK sepihak maka perusahaan itu jelas tidak baik karena PHK itu harusnya ada alurnya," ujar Lukman Hakim seperti tertulis dalam siaran pers, Selasa (28/4).
Menurut Lukman, PHK yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan terjadi karena perusahaan tersebut sudah bermasalah sebelum ekonomi Indonesia terdampak pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, saat pandemi mulai melanda Indonesia pada awal Maret 2020, perusahaan-perusahaan tersebut tidak mampu menghadapi permasalahan ekonomi yang ada.
"Misalnya di Solo ada yang dibayar separuh dulu. Pengusaha ada komitmen membayar tapi tidak bisa membayar langsung. Jadi, kalau ada perusahaan langsung PHK tugas pemerintah untuk menertibkannya kalau perlu memanggil dan menjatuhkan sanksi," ucap Lukman.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS tersebut mengungkapkan, resesi ekonomi yang dialami Indonesia saat ini sangat berdampak bagi sejumlah sektor ekonomi, baik yang berskala besar maupun kecil. Karenanya, peran dan keseriusan pemerintah dalam menangani dampak pandemi Covid-19 perlu dibuktikkan secara nyata khususnya di bidang ekonomi.
Dia juga menyoroti kelompok masyarakat rentan yang ekonominya terdampak akibat perusahaannya melakukan PHK, dirumahkan tanpa pesangon, maupun hilang pendapatannya karena tidak bisa bekerja.
Menurutnya, pemerintah seharusnya melakukan pendataan khusus bagi kelompok masyarakat yang belum terdata di Program Keluarga Harapan (PKH) maupun bantuan sosial lainnya.
"Yang perlu diperhatikan dalam penanganan Covid-19 adalah kelompok rentan atau nyaris miskin, yakni kelompok yang pada mulanya tidak termasuk miskin, tetapi gara-gara krisis ekonomi akan merosot menjadi miskin sebagai dampak dari PHK, harus tutup usaha karena KLB (Kejadian Luar Biasa) atau PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), dan karena sebab lain," katanya.