REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Korban melapor dugaan pelecehan seksual alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) ke Aliansi UII Bergerak bertambah. Juru bicara Aliansi UII Bergerak, Ahmar menilai, belum ada korban yang membawanya ke ranah hukum.
"Penyintas yang melapor ke kita belum ada kemauan untuk melapor ke pihak berwajib," kata Ahmar kepada Republika, Kamis (30/4).
Melalui Instagram, Aliansi UII Bergerak turut menceritakan sedikit gambaran pelecehan seksual yang dilakukan IM. Setidaknya, ada dua cerita korban yang diungkapkan.
Korban pertama merupakan mahasiswa Jurusan Psikologi UII, yang sama-sama angkatan 2012 dan lulus 2016. Usai tidak berkomunikasi 2-3 tahun, korban yang diinisialkan Z itu lalu berkomunikasi lagi dengan IM.
Terus berbalas pesan selama dua hari, IM mengajak Z video call lewat direct message Instagram. Tidak berlangsung lama karena sinyal yang buruk, IM yang mendapat kontak Z akhirnya menghubungi melalui WhatsApp.
Melalui WhatsApp itulah, IM meminta Z melakukan pose-pose yang tidak senonoh dibarengi kata-kata vulgar. Setelah dua hari, Z mulai bersuara di Snapgram dan kaget karena mendapat banyak pesan yang membenarkan perilaku IM.
Korban kedua, diinisialkan X, mengalaminya pada 2016 saat dia masih baru di UII. IM yang merupakan kakak tingkat X, mendatanginya di perpustakaan dan membicarakan mitos-mitos terkait hubungan seksual.
Juru bicara Aliansi UII Bergerak lain, Erka atau Karunia menuturkan, sejauh ini orang-orang yang mengaku menjadi korban IM ke Aliansi UII Bergerak secara personal sudah empat orang. Kondisinya ada yang trauma ada yang tidak.
Aliansi UII Bergerak sendiri menyediakan pendampingan secara psikologis dan hukum. Meski begitu, Karunia menuturkan, empat korban yang sudah melapor ke Aliansi UII Bergerak belum membutuhan pendampingan psikologis.
"Saat ini, keempat penyintas belum membutuhkan pendampingan psikologis," ujar Karunia.