Ahad 03 May 2020 08:19 WIB

Perempuan dalam Masa Pandemi Covid-19

Ketangguhan peran perempuan dalam menghadapi pandemi ini sangatlah dibutuhkan.

 Neni Nur Hayati, Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership.
Foto: dok pri
Neni Nur Hayati, Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership.

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Neni Nur Hayati *

Disadari ataupun tidak, pandemi Covid-19 ini memiliki dampak yang besar terhadap kaum perempuan. Adanya ketidaksetaraan serta berbagai bentuk diskriminasi yang dihadapi perempuan  sangatlah memprihatinkan.

Pandemi ini telah menjadi ancaman yang cukup nyata terhadap pekerjaan dan mata pencaharian perempuan, terutama di sektor informal dan non-esensial. Belum lagi, eskalasi angka kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dan anak yang terjadi selama masa pandemi  meningkat signifikan. 

Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan merilis, selama satu bulan terhitung dari tanggal 16 Maret hingga 19 April 2020 dalam masa pandemi telah menerima 97 pengaduan melalui telepon dan surat elektronik. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan pengaduan langsung yang hanya 60 pengaduan dalam sebulan. 

Dari 97 kasus yang dilaporkan, pasalnya yang paling tinggi adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 33 kasus, menyusul adalah Kekerasan Gender Berbasis Online (KBGO) sebanyak 30 kasus, pelecehan seksual 8 kasus, kekerasan dalam pacaran 7 kasus, kasus pidana umum 6 kasus, perkosaan 3 kasus, sisanya adalah kasus di luar kekerasan berbasis gender, perdata keluarga, dan lain-lain. Kekerasan yang dialami perempuan bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikis, seksual bahkan penelantaran ekonomi. Fakta Ini menjadi bukti yang kuat bahwa ternyata rumah belum tentu menjadi tempat aman bagi perempuan

Di tengah kebijakan pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), beban ganda yang harus dipikul oleh kaum perempuan amatlah berat. Tidak hanya memiliki beban saat berada di rumah saja, tetapi sekaligus berada dalam posisi rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Work from home (WFH) dan study from home (SFH) yang terpusat di rumah membuat beban domestik bagi perempuan berlipat, mulai dari mengurus rumah hingga memastikan anak-anak mengakses pendidikan dari rumah.

Mungkin tak terbayangkan, bagaimana nasib para medis perempuan yang harus bekerja full di rumah sakit karena menjadi garda terdepan dalam menangani pasien Covid-19. Terlebih bagi perempuan yang sedang dalam kondisi hamil. Mereka harus memakai alat pelindung diri (APD) selama 8 jam. Asupan nutrisi para tenaga medis ibu hamil bisa jadi tidak terpenuhi. Sehingga, tidak sedikit juga yang mengalami keguguran selepas bertugas.  

Dalam situasi tersebut, perempuan menjadi kelompok rentan tertular virus korona baru karena ia lebih sering keluar rumah dibandingkan anggota keluarga lainnya untuk memenuhi kebutuhan makanan keluarga. Di sisi lain, struktur sosial masyarakat yang masih patriarki juga mengharuskan perempuan berperan sebagai pengasuh, pendidik, memastikan kesehatan keluarga, menyiapkan makanan.

Selain itu, pelecehan seksual secara daring, ancaman penyebaran konten intim dengan motif eksploitasi seksual hingga pemerasan semakin marak terjadi. Selama masa pandemi ini, proses penanganan kasus kekerasan untuk korban kerap mengalami kendala, sebab perempuan lebih sulit keluar rumah untuk melaporkan kasusnya. Sementara, penerapan bekerja dari rumah membuat pelaku dapat selalu memantau aktivitas korban. 

Pandemi ini ternyata semakin memperdalam ketidaksetaraan yang sudah ada sebelumnya, mengekspos kerentanan sosial, politik dan sistem ekonomi yang pada gilirannya memperburuk dampak pandemi (Gutteres, 2020). Hal ini dikuatkan lagi dalam Policy Brief on The Impact of Covid-19 on Women pada 9 April 2020 yang menyatakan bahwa pandemi Covid-19 memperdalam tekanan ekonomi dan sosial ditambah dengan pembatasan pergerakan dan isolasi sosial, kekerasan berbasis gender meningkat secara eksponensial. Banyak perempuan terpaksa ‘terisolasi’ di rumah dengan pelaku kekerasan dan pada saat yang sama, layanan untuk mendukung para penyintas, terganggu atau tidak dapat diakses.

Peran Signifikan Perempuan

Kita patut mengapresiasi organisasi masyarakat yang turut serta mengambil peran dalam menangani pandemi Covid-19 dengan memberikan bantuan serta dukungan moral kepada kaum perempuan yang terkena dampak secara ekonomi. Tentu saja masyarakat merasa sangat terbantu di saat menanti bantuan dari pemerintah yang tak kunjung pasti. 

Di samping itu, kekuatan dan ketangguhan peran perempuan yang signifikan dalam menghadapi pandemi ini sangatlah dibutuhkan. Hal ini menjadi kunci atasi permasalahan virus yang mematikan ini. Setidaknya, kaum perempuan dapat melakukan empat hal. 

Pertama, jadikan segala aktivitas yang terpusat dari rumah dengan riang gembira. Buatlah suasana rumah senyaman mungkin untuk bekerja dan belajar. Manfaatkan waktu yang sangat berharga ini dengan kegiatan yang produktif. Ciptakan inovasi masakan ataupun dalam mendampingi pembelajaran daring kepada anak. Tak lupa untuk menyiapkan makanan dan minuman sehat agar imunitas tubuh dapat terjaga. 

Kedua, situasi yang penuh ketidakpastian ini tentu saja membuat cemas dan gelisah. Menghadapi hal ini perempuan butuh latihan. Masa ini memberikan ruang bagi setiap orang untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Tetap waspada dan jangan panik. Berikan edukasi yang dapat membuat ketenangan psikis keluarga dan lingkungan sekitar dalam menghadapi wabah ini, Perempuan dari rumah dapat melakukan sosialisasi melalui media sosial berdasarkan dari sumber yang akurat.

Ketiga, sebagai bentuk solidaritas, perempuan dapat mengajak keluarga dan menginisiasi teman kelompoknya untuk melakukan donasi, seperti salah satunya dengan cara membuat masker, hand sanitizer, APD atau sembako yang nantinya akan diberikan kepada perempuan yang terkena dampak, khususnya tenaga medis perempuan yang lebih rentan. 

Hal yang lebih penting lagi, perempuan dapat memberikan edukasi melalui media sosial dan tidak memiliki stigma negatif kepada perempuan yang sudah divonis positif covid. Termasuk juga bagi perempuan yang mendapatkan kekerasan seksual dan KDRT. Lakukan pendampingan, saling menguatkan, tolong menolong dan tingatkan kepekaan. 

Keempat, mengajak keluarga untuk senantiasa lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Yakin dan optimis bahwa kita semua dapat melewati masa ini dengan baik. Semoga wabah ini segera berakhir dan semua kembali seperti sediakala. Amin.  

*Penulis adalah  Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement