REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan banyak produsen vaksin dari luar negeri termasuk dari Cina, Kanada, dan Eropa menawarkan kerja sama dengan Indonesia untuk pengembangan vaksin.
"Banyak produsen vaksin yang menawarkan kerja sama dengan Indonesia. Itu masih akan diteliti dulu mana yang paling cocok untuk Indonesia dan belum tentu vaksin yang dibuat di negara A itu sesuai untuk negara B," kata Kepala Lembaga Eijkman Amin Soebandrio kepada Antara di Jakarta, Rabu (6/5).
Amin menuturkan, pihaknya akan membuat konsorsium pengembangan vaksin di Indonesia, yang juga melibatkan sejumlah pihak diantaranya dari industri, perguruan tinggi, dan laboratorium lain.
Menurut dia, pengembangan vaksin di Indonesia utamanya akan memanfaatkan potensi dan sumber daya dalam negeri.
Tawaran dari luar tersebut, menurut dia, harus dicermati dan dianalisa lebih lanjut agar Indonesia tidak hanya menjadi tempat uji klinis vaksin dari luar negeri.
"Hingga saat ini Eijkman belum bekerja sama dengan pihak luar negeri untuk pengembangan vaksin di Indonesia," katanya.
Amin menuturkan, jika hanya bekerja sama dengan mitra luar negeri untuk menggunakan vaksin impor, maka kegiatan itu hanya menjadikan Indonesia sebagai lahan uji klinis vaksin dari luar negeri.
Jika demikian terjadi, maka tidak terwujud kemandirian bangsa Indonesia dalam pengembangan vaksin karena tidak ada transfer teknologi dalam kegiatan itu.
"Memang kalau kita mau gampang memang enak tinggal ambil dari luar negeri saja tetapi biasanya kita hanya dijadikan lahan untuk uji klinis, masalahnya tidak terjadi transfer teknologi jadi kita tidak dapat apa-apa, cuma ya kalau hasilnya bagus kita tetap harus beli," tutur Amin.
Menurut Amin, jika ada mitra baik dari dalam maupun luar negeri yang ingin bekerja sama dalam pengembangan vaksin, maka diharapkan mereka tidak menjadikan Indonesia semata-mata sebagai tempat uji klinis untuk membuktikan efektivitas dan keamanan vaksin dari luar negeri.
"Indonesia harus terlibat dari proses hulu hingga hilir dalam pengembangan vaksin dalam negeri, yang mana harus ada transfer teknologi di dalamnya," katanya.
Ia menegaskan, pengembangan vaksin itu juga harus secara spesifik menyasar pada virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 yang beredar di Indonesia dan bukan yang ada di negara lain.