REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pandemi virus corona baru (Covid-19) berdampak pada kenaikan angka kemiskinan. Bahkan, menurutnya, angka kemiskinan sudah bertambah kembali pada tiga bulan terakhir, seperti halnya pada sembilan tahun lalu.
"Covid-19, hanya Maret sampai Mei, sudah sebabkan lonjakan angka kemiskinan, reverse seperti 2011," tuturnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual, Rabu (6/5).
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat miskin pada 2011 mencapai 30,12 juta jiwa atau sekitar 12 persen dari total populasi. Secara bertahap, jumlahnya menurun hingga mencapai 24,79 juta jiwa atau setara dengan 9,22 persen dari total populasi pada September 2019. Itu merupakan data terbaru dalam catatan BPS.
Sri menekankan, pandemi memberikan dampak luar biasa pada struktur sosial Indonesia. Covid-19 disebutnya mampu memutarbalikkan kerja keras pemerintah yang selama sembilan tahun terakhir berupaya menekan angka kemiskinan di bawah 10 persen.
"Semua pencapaian penurunan kemiskinan dari 2011 sampai 2020 ini reverse kembali," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, Sri menambahkan, jumlah pengangguran sudah mencapai 2 juta. Mereka merupakan masyarakat yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun dirumahkan akibat dunia usaha tertekan pandemi.
Untuk mengantisipasi laju pertumbuhan kemiskinan, Sri menuturkan, pemerintah berupaya menningkatkan intensitas belanja bantuan sosial. “Ini jadi salah satu upaya untuk bisa menjaga agar kemiskinan tidak semakin melonjak akibat Covid-19 yang timbulkan PHK dan penurunan kegiatan ekonomi, termasuk informal dan UMKM,” ujarnya.
Dalam penanggulangan dampak Covid-19, pemerintah menyiapkan anggaran jaring pengaman sosial hingga Rp 110 triliun. Sebanyak Rp 8,3 triliun di antaranya untuk penambahan penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) dan Rp 10,9 triliun untuk pemberian sembako ke 20 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Sri mengatakan, dua program yang sudah eksisting ini sudah relatif siap karena telah menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial. "Ada masalah inklusi eksklusi eror, tapi relatif siap," katanya.