REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah Muhammad SAW bersabda, "Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu, pendusta dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah dianggap berdusta. Pengkhianat dipercaya, sedangkan orang yang amanah justru dipandang sebagai pengkhianat. Pada saat itu ruwaibidhah berbicara."
Seorang sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah yang dimaksud dengan ruwaibidhah?”
Nabi SAW menjawab, “Orang bodoh yang ikut campur dalam urusan masyarakat luas" (HR Ibnu Majah)
Hadis di atas adalah salah satu nasihat Rasulullah SAW mengenai akhir zaman. Beliau shalallahu 'alaihi wasallam memperkenalkan suatu istilah, yakni ruwaibidhah.
Itu merujuk pada orang-orang yang berbicara atas nama orang banyak, tetapi bukan untuk orang banyak itu.
Ruwaibidhah juga berarti orang yang berbicara atas nama umat, tetapi tujuannya bukan untuk umat itu. Ruwaibidhah adalah mereka yang berbicara atas nama rakyat dan bangsa, tetapi kerjanya bukan untuk bangsa dan rakyat itu.
Nabi SAW menegaskan satu ciri ruwaibidhah, yakni sifat bodoh. Alquran pun telah memperingatkan kaum Mukminin agar tidak mengikuti orang bodoh, yaitu mereka yang berbicara tanpa landasan ilmu yang memadai.
"Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak punya ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua akan dimintai pertanggung-jawabannya" (QS al-Israa’ : 36).
Hadis itu juga mengisyaratkan ciri lainnya dari ruwaibidhah, yaitu khianat. Orang yang seharusnya mengurusi orang banyak, tetapi justru tidak amanah.
Nabi SAW bersabda, "Apabila seseorang terus menerus berdusta dan mempertahankan kedustaannya maka di sisi Allah dia akan dicatat sebagai seorang pendusta" (HR Muslim).
Belia juga menasihati, “Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah datangnya hari kiamat.”
Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana amanah itu disia-siakan?”
"Apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya,” jawab Nabi SAW (HR Bukhari).