REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbaikan penyaluran dan pengadaan anggaran bantuan sosial (bansos) tahap II di DKI menjadi tugas bersama pemerintah pusat dan daerah. Sebab data dan anggaran bansos DKI tahap II saling terkait antara pusat dan daerah.
Anggota Komisi C yang membidangi Keuangan DPRD DKI Jakarta, S. Andyka mengatakan seharusnya antara pemerintah pusat dan daerah bisa duduk bareng untuk memperbaiki data dan anggaran bansos tahap II. Ia mengkritik sikap tiga menteri, yakni Menteri Keuangan (Menkeu), Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) dan Menteri Sosial (Mensos) yang menyalahkan Pemprov DKI.
"Harusnya jangan saling menyalahkan. Karena bansos ini juga terkait dengan pusat. Jadi apa yang disampaikan para menteri itu juga harus diluruskan kembali," kata Andyka kepada wartawan, Ahad (10/5).
Soal tuduhan Menkeu, dimana DKI tidak memiliki dana, Andyka membantahnya. Menurut dia DKI punya uang itu dan sudah dibelanjakan anggarannya untuk keperluan Covid-19, termasuk untuk kesehatan Rp 900 miliar, untuk pembelian masker Rp 200 miliar.
Ditambah untuk kegiatan-kegiatan bantuan sosial Rp 186 miliar tahap pertama. Dimana, kata dia, sudah digunakan 180 miliar diperuntukan bagi lebih dari 1,2 juta kepala keluarga dengan paket senilai Rp 149.500.
Sedangkan untuk tahap kedua, papar dia, Pemprov DKI sedang mempersiapkannya. Bahkan ia menyebut anggarannya sudah ada sebesar Rp 510 miliar untuk diberikan kepada lebih dari 2 juta keluarga penerima manfaat.
"Jumlah nominal bantuan tahap kedua juga lebih besar, karena menjelang hari raya Idul Fitri ditingkatkan menjadi Rp 255 ribu per paketnya, dari sebelumnya hanya 149.500,-," jelasnya.
Anggaran sebesar kurang lebih 510 miliar rupiah tersebut, ungkap dia, sebagian sudah ada sudah disiapkan. Ini hasil pembahasan bersama antara eksekutif dan legislatif. Karena sampai akhir pekan ini, terang Andyka, cash flow atau dana segar yang dimiliki DKI sebesar 3,5 triliun dari pendapatan asli daerah juga berasal dari piutang DKI yang harus dibayarkan oleh pemerintah pusat dari dana perimbangan 2019 sebesar 2,6 triliun.
"Rp 2,6 triliun itu sudah dibayarkan pusat, tetapi total piutangnya kan Rp 5,1 triliun. Baru dibayarkan 2,6 triliun, berarti masih ada 2,5 triliun lagi," imbuhnya.
Karena itulah, ia mengingatkan kepada Pemerintah Pusat, di bulan Mei-Juni ini DKI membutuhkan dana yang cukup besar. Karena ada kewajiban DKI ke beberapa program bantuan harus dilaksanakan, seperti bantuan KJP kurang lebih Rp 2 triliun harus dibayarkan. Kemudian begitu juga dengan BPJS dan Jakarta lansia serta bantuan yang berurusan dengan masyarakat kecil semua harus dibayarkan.
"Sehingga dua hari yang lalu, kami bersama eksekutif sudah menghitung untuk Mei ini saja dibutuhkan dana kurang lebih 2,9 triliun," paparnya.
Untuk itu, ia menekankan DPRD bersama eksekutif meminta pusat agar anggaran dan dana perimbangan yang masih sebagai hutang pusat ke DKI itu bisa dibayarkan. Bahkan, ungkap dia, anggaran dewan sebesar Rp 256 miliar sudah digeser dialokasikan untuk bantuan program bansos dalam rangka penanganan Covid-19.
"Ini untuk menutup defisit tersebut. Jadi itu kondisinya, sehingga perlu diluruskan omongan Menkeu tersebut, dana bansos DKI itu ada. Pertama 186 miliar yang sudah disalurkan tahap pertama. Dan bansos tahap kedua 210 miliar itu ada, bahkan insha Allah tahap dua pekan depan sudah mulai dibagikan," imbuhnya.
Karena itu pihaknya menekankan kembali penyaluran bansos di DKI bisa berjalan lancar, dengan syarat. "Intinya pusat dan DKI bersama sama menyelesaikan dan duduk bareng, bukan saling menuding seperti itu," terangnya.