REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Wali Kota Malang, Sutiaji menyerahkan keputusan pelaksanaan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim). Pasalnya, Pemprov Jatim yang menyerahkan surat pengajuan PSBB Malang Raya ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
"Jadi yang menentukan itu provinsi (waktu pelaksanaan PSBB) dan ini sambil kita siapkan (aturan)," ujar Sutiaji saat ditemui wartawan di Balai Kota Malang, Selasa (12/5).
Sebelumnya, Kemenkes RI telah menyetujui permohonan penerapan PSBB di Malang Raya. Penetapan ini diungkapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor HK.01.07/Menkes/305/2020. Keputusan ini resmi ditandatangani oleh Menkes Terawan Agus Putranto, Senin (11/5).
Sutiaji mengaku sampai saat ini belum menerima turunan SK Menkes RI terkait PSBB. Hal ini dianggap wajar mengingat Pemprov Jatim yang mewakili pengajuan ke pemerintah pusat. Meski demikian, Sutiaji menegaskan, sudah menyiapkan yang telah direkomendasikan pemerintah mengenai PSBB.
Saat ini, kata Sutiaji, Perwal PSBB Kota Malang masih dalam proses penyelesaian. Pemerintah Kota (Pemkot) hanya perlu menampung masukan dari berbagai pihak. Isi aturan yang harus sinkronisasi dahulu dengan Kota Batu dan Kabupaten Malang ini ditargetkan selesai pada Selasa (12/5).
Terakhir, Pemkot Malang telah mendatangkan perwakilan tokoh agama untuk mendiskusikan PSBB. Selain jaring pengamanan sosial, Pemkot Malang juga telah berdiskusi perihal aktivitas ibadah selama PSBB. Secara umum, para tokoh agama mendukung kebijakan yang telah ditentukan negara.
Menurut Sutiaji, para tokoh agama juga sudah siap menerima kebijakan kemungkinan penutupan rumah ibadah selama PSBB. Namun kebijakan ini diharapkan tidak berlaku di mushala atau surau di mana jamaahnya hanya 15 sampai 20 orang. "Jamaahnya hanya itu saja, sekitar 15 sampai 20 orang yang tidak pernah keluar. Ini tentu dikecualikan. Kalau yang besar tutup 14 hari setelah itu longgar lagi kan enggak apa-apa. Justru yang minta itu dari para tokoh dan minta segera bisa sosialisasi ke masyarakat," jelasnya.
Pada pertemuan para tokoh, Sutiaji juga menerima saran terkait pelaksanaan ibadah di masjid. Kegiatan ibadah masih bisa dilaksanakan dengan syarat menerapkan uji cepat Covid-19 (Rapid Test). Jika hasil reaktif, kegiatan ibadah di masjid harus ditutup sementara.
"Kiai tadi malah bilang gini, 'kenapa kita kok barang yang sudah crowded baru dilaksanakan. Mestinya enggak gitu. Kalau ditutup, ya diputuskan ditutup saja'. Itu pendapat para kiai karena kalau di sini (Kota Malang) masuk zona merah," katanya.