REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof Dr Emil Salim mengatakan penyediaan pangan pada masa normal baru pascapandemi Covid-19 sepatutnya memperhatikan beberapa hal. Di antaranya pemenuhan nutrisi untuk imunitas tubuh sekaligus menyediakan lapangan kerja yang melibatkan masyarakat plural.
“Jadi titik tolak saya bagaimana tingkatkan daya tahan untuk imunitas, sehingga perlu pangan sebagai nutrisi. Di samping itu, akibat work from home membuat lapangan kerja tertutup, dimungkinkankah dalam usaha meningkatkan pangan untuk menaikkan imunitas tersebut sekaligus meningkatkan lapangan kerja,” katanya pada diskusi Membangun Kembali Indonesia Pascapandemi yang diadakan Thamrin School of Climate Change and Sustainability di Jakarta, Selasa (20/5).
Mantan Menteri Lingkungan Hidup era Presiden Soeharto itu juga mengatakan upaya penyediaan pangan sebagai antisipasi krisis seharusnya melibatkan petani sehingga orientasinya untuk memberikan lapangan kerja bagi masyarakat plural.
“Jangan naikkan pangan besar-besaran melibatkan BUMN, tapi naikkan produksi pangan untuk menaikkan pekerjaan bagi masyarakat miskin,” ujar dia.
Secara keseluruhan, ia mengatakan normal baru pascapandemi Covid-19 seharusnya membawa perubahan pembangunan nasional, tidak hanya output Produk Domestik Bruto (PDB) yang dikejar, tapi totalitas peningkatan kualitas manusia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati mengatakan sepakat soal pentingnya kecukupan pangan masyarakat. Namun perlu ditekankan akar masalah dari semua krisis yang terjadi sekarang ini karena krisis ekologi yang terjadi selama ini.
Pandemi Covid-19, menurut dia, hanya salah satu dari krisis yang terjadi sehingga pelan-pelan perlu dilakukan perbaikan sosio ekologi.
Ia menegaskan agar upaya penyediaan kecukupan pangan jangan dilihat sebagai satu proyek, tapi perlu dilihat pula sentra pangan di daerah di mana petani kecil justru tidak memiliki lahan. Karenanya, saat ini menjadi momen penting bagi pemerintah semakin mempercepat Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS).
“Memberi akses masyarakat, petani, komunitas sekitar hutan untuk kelola tanahnya dengan produktif demi ketahanan pangan kita sendiri. Normal baru pascapandemi ini harus ada pergantian aktor dari semula pemain besar dikembalikan berbasis masyarakat yang selama ini tercabut dari tanahnya sendiri. Selesaikan konflik masyarakat yang ada akibat masih memberikan ruang ke pemodal besar,” kata Nur Hidayati.