REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Serapan produksi nelayan di Jawa Barat mengalami keterbatasan. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat Jafar Ismail, serapan produksi nelayan turun karena hasil tangkapan ikan sulit tembus pasar ekspor akibat Pandemi Covid-19.
Saat ini, menurut Jafar, produksi ikan baik di Pantai Selatan maupun Pantai Utara hanya dimaksimalkan untuk serapan lokal. "Serapan produksi terbatas karena ikan itu tidak bisa ekspor, jadi serapannya hanya untuk lokal," ujar Jafar, Ahad Malam (7/6).
Jafar mengatakan, selain serapan turun, produksi ikan di Jabar pun menurun hingga 50 persen. Para nelayan memiliki permasalahan mengenai biaya operasional yang cenderung tinggi lantaran berkaitan dengan harga bahan bakar minyak (BBM) yang tidak turun. "Nelayan tetap memaksakan melaut karena memang tidak ada lagi penghasilan," katanya.
Sedangkan untuk harga jual ikan, turun drastis hingga 50 persen karena kurangnya permintaan di konsumen. Hal ini, dipengaruhi juga oleh tutupnya sejumlah destinasi wisata, khususnya di kawasan pantai.
"Pariwisata dalam negeri juga kan sekarang tidak ada. Seperti Pangandaran kemarin tutup," katanya.
Menurut Jafar, pihaknya mencatat hasil tangkapan ikan nelayan di Pantai Utara yang biasanya 500 ton hingga 700 ton per hari kini mengalami penurunan hingga 30-40 persen atau rata-rata hanya 649 ton per hari. Penurunan ini, terjadi karena ada juga nelayan yang tidakmelaut karena terdampak Pandemi Covid-19 dan sedang massa terang bulan. "Tetapi yang di Indramayu, Bondet (Cirebon) masih beraktivitas seperti biasa. Meskipun harga iklan turun ada yang 15 persen sampai 17 persen," katanya.
Selain itu, kata dia, nelayan di Pasir Putih, Kabupaten Karawang pun tetap melaut mengingat saat ini sedang masuk musim panen rajungan. "Nelayan itu kan tergantung musim, jadi terus dikejar karena takutnya musimnya hilang. Musim rajungan itu sampai Juni atau Juli ini," katanya.
Sedangkan untuk Pantai Selatan, kata dia, saat ini hanya dapat memproduksi ikan sebanyak 5,4 ton per hari. Di mana, biasanya produksi ikan dapat mencapai 6,3 ton per hari. Hal ini pun karena terdapat nelayan yang berhenti melaut semenjak adanya Pandemi Covid-19.
"Tetapi ini banyak juga yang tidak melaut, tetapi nelayan Batu Karas dan Cisolok masih beraktivitas seperti biasa walaupun harga Ikan turun sekitar 30-40 persen. Tapi ada juga yang normal kondisinya seperti kerapu dan tenggiri di Batu Karas," paparnya.
Untuk permintaan komoditas ikan hasil budidaya, kata dia, saat ini pun cenderung rendah. Hanya saja, terdapat peningkatan untuk serapan komoditas udang dari dari sejumlah daerah penghasil udang di Jabar khususnya untuk mengisi pasar ekpor.
"Karena rupanya di India kemudian di negara Afrika yang penghasil udang mereka terkena dampak. Sehingga permintaan kita jadi lebih tinggi peningkatan sampai 30 persen," kata Jafar.
Dewasa ini, kata dia, cukup banyak masyarakat yang melakukan budidaya ikan skala rumah tangga, seperti melalui Budikdamber atau budidaya ikan dalam ember. Di mana dapat dipadukan dengan komoditas sayuran.
Namun, kata Jafar, hal tersebut lebih kepada ketahanan pangan pribadi. "Karena kalau untuk dijual itu jelas sedikit. Jadi tanggung," katanya.
Akibat Pandemi Covid-19 ini juga, kata dia, terdapat beberapa program yang terpaksa berhenti sementara. Di antaranya, yaitu yang sifatnya bantuan maupun pembangunan lantaran direlokasi untuk penanganan Covid-19. Kendati demikian, masih terdapat program yang jalan terus untuk menjadikan sektor perikanan di Jabar tetap juara.
"Seperti pemurnian induk ikan itu diteruskan karena tidak dapat dihentikan. Kalau dihentikan itu harus mulai dari awal. Ini pemurnian untuk menemukan induk yang unggul," kata Jafar.