Selasa 09 Jun 2020 12:02 WIB

Pertamina Akan Ekspor Solar ke Lima Negara Ini

Pertamina harus menghasilkan produk BBM kualitas terbaru dan terbaik.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Gedung PT Pertamina. PT Pertamina (Persero) berencana mengekspor solar ke lima negara di Asia Pasifik.
Foto: pertamina
Gedung PT Pertamina. PT Pertamina (Persero) berencana mengekspor solar ke lima negara di Asia Pasifik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) berencana mengekspor solar ke lima negara di Asia Pasifik. Hal ini dilakukan perusahaan karena perusahaan sudah bisa memproduksi solar secara mandiri.

Direktur Mega Proyek dan Petrokimia Pertamina, Ignatius Tallulembang menjelaska,n beberapa proyek yang saat ini sedang dikerjakan Pertamina bisa menambah kapasitas produksi perusahaan. Oleh karena itu, tak hanya bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, perusahaan juga bisa memasok kebutuhan solar negara lain.

Baca Juga

"Solar akan melebihi kebutuhan. Kalau melihat supply demand di kawasan, misalnya Asutralia dan Selandia Baru, mereka defisit. Ini jadi peluang kita untuk ekspor solar setelah proyek kilang selesai," kata Tallulembang, Selasa (9/6).

Ia menjelaskan, terdapat peluang untuk mengekspor solar ke pasar Asia Pasifik, terutama ke lima negara yang menjadi incaran yakni Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Australia, dan Selandia Baru.

Meski region Asia Pasifik secara umum bakal kelebihan pasokan solar hingga 1,06 juta barel per hari (bph), tidak semua negara mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Lima negara tersebut diproyeksikan akan kekurangan solar pada 2030.

Sementara pasca proyek upgrading empat kilang rampung dan pembangunan kilang baru selesai, produksi solar Pertamina diperkirakan sekitar 600 ribu bph dengan kebutuhan domestik di bawah 500 ribu bph. "Sehingga, kelebihan solar tidak jadi masalah, karena bisa diekspor ke negara yang membutuhkan," ujar Tallulembang.

Namun untuk bisa jadi pemasok, Pertamina juga harus menghasilkan produk BBM yang memiliki kualitas terbaru dan terbaik pada zamannya nanti. Hal itu tidak akan bisa dipenuhi dengan kondisi spesifikasi kilang saat ini.

"Teknologi kilang di Indonesia sudah ketinggalan zaman. Kilang terakhir yang dibangun adalah Kilang Balongan pada 1990," kata dia.

Akibatnya, tingkat konversi menjadi produk bernilai kilang di Indonesia hanya sekitar 75 persen dibandingkan kilang modern yang telah mencapai 95 persen. Selain itu, BBM yang dihasilkan juga akan memiliki kualitas setara Euro V.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement