Jumat 12 Jun 2020 21:03 WIB

RS Jadi Persebaran Covid-19, IDI : Itu Karena Dilonggarkan

Dari hasil kajian epidemiologi belum saatnya pemerintah melonggarkan pembatasan

Rep: nugroho habibi/ Red: Hiru Muhammad
Suasana pelayanan pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di loket antrean, Rumah Sakit PMI, Kota Bogor, Selasa (8/1).
Foto: Republika/Imas Damayanti
Suasana pelayanan pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di loket antrean, Rumah Sakit PMI, Kota Bogor, Selasa (8/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Bogor tak sependapat dengan pernyataan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang menduga rumah sakit rujukan Covid-19 sebagai tempat persebaran virus Corona. Pasalnya, rumah sakit hanyalah tempat rujukan pasien."Bukan itu (rumah sakit). Tapi karena dilonggarkan, pemerintah ngak tegas. Selama itu dilonggarkan maka peluang persebaran itu semakin besar," kata Ketua IDI Kota Bogor Zainal Arifin saat dihubungi, Jumat (12/6).

Menurut Zainal, potensi persebaran Covid-19 terbesar bukanlah di rumah sakit rujukan Covid-19 tetapi di masyarakat. Sebab, masyarakat lebih banyak melakukan kontak dengan orang lain.

Secara eksternal, Zainal menguraikan, rumah sakit rujukan Covid-19 memiliki proses screening bagi setiap pasien. Sementara, secara internal, petugas medis tetap menerapkan protokol kesehatan dan tenaga medis maupun dokter yang menangani Covid-19, telah dilengkapi dengan alat pelindung diri.

Namun, dia menilai, persebaran Covid-19 malah sering terjadi di rumah sakit yang bukan rujukan Covid-19. Kejadian itu terjadi ketika rumah sakit yang bukan rujukan mendapati orang tanpa gejala (OTG)."Itu asimtomatik (tanpa gejala), dia bisa lolos dirawat di ruangan non Covid-19. Sehingga itu yang menyebarkan," jelasnya.

Jika sanggup, Zainal menyarankan, Pemkot Bogor untuk menyiapkan alat rapid test untuk dipergunakan menguji semua pengunjung rumah sakit. Atau paling tidak, kata dia, pemeritah melakukan rapid test ke calon dan pasien yang akan dirawat di Unit Gawat Darurat (UGD). "Tapi mampu gak itu?," katanya.

Selain itu, Zainal meminta, pemeritah kembali mempertimbangkan telah melakukan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sebab, dari hasil kajian epidemiologi, belum saatnya pemerintah melonggarkan pembatas-pembatasan."Tapi ini kan dipaksakan. Ini terbukti dengan jumlah (pasien Covid-19) saat ini. Ini fonemena second wave (gelombang kedua), diperkirakan selama dua bulan akan meningkat lagi," kata dia.

Sebelumnya, Bima Arya Sugiarto mengatakan, banyak tenaga medis yang terinfeksi Covid-19 setidaknya di tiga rumah sakit di Kota Bogor. Atas dasar itu, Bima meminta, Dinas Kesehatan Kota (Dinkes) Kota Bogor melakukan audit terhadap seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan. “Tidak saja rumah sakit rujukan covid-19, tapi juga rumah sakit yang lain agar dipastikan memiliki protokol kesehatan yang memadai. Jangan sampai menjadi tempat penularan Covid-19,” kata Bima.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement