Sabtu 13 Jun 2020 17:07 WIB

Gubernur Kalbar: Warga Jangan Kebablasan Artikan New Normal

Gubernur Kalbar sebut New Normal adalah perubahan perilaku sebelum ditemukan vaksin

Gubernur Kalbar Sutarmidji (kiri) didampingi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar dr Harisson (kedua kiri) saat berbicara dengan satu dari 24 pasien positif yang telah sembuh dari COVID-19 di acara pelepasan kepulangan mereka di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (4/6/2020). Pemerintah Provinsi Kalbar melepas kepulangan 24 pasien positif COVID-19 yang telah dinyatakan sembuh setelah menjalani perawatan di ruang isolasi dan Swab Test menggunakan Real Time-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) sebanyak dua kali.
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Gubernur Kalbar Sutarmidji (kiri) didampingi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar dr Harisson (kedua kiri) saat berbicara dengan satu dari 24 pasien positif yang telah sembuh dari COVID-19 di acara pelepasan kepulangan mereka di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (4/6/2020). Pemerintah Provinsi Kalbar melepas kepulangan 24 pasien positif COVID-19 yang telah dinyatakan sembuh setelah menjalani perawatan di ruang isolasi dan Swab Test menggunakan Real Time-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) sebanyak dua kali.

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengingatkan masyarakat agar tidak kebabalasan mengartikan istilah normal baru yang akan diterapkan pemerintah saat ini di tengah pandemi COVID-19.

"Perlu digarisbawahi bahwa new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal, namun dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan COVID-19. WHO menerbitkan pedoman transisi the new normal atau tata kehidupan baru sebelum vaksin COVID-19 ditemukan," kata Sutarmidji saat mengikuti webinar bersama Majelis Adat Budaya Melayu Kalbar di Pontianak, Sabtu (13/6).

Menurutnya, sebelum langkah pelonggaran pembatasan untuk menuju kenormalan baru diterapkan, masyarakat jangan sampai kebablasan mengartikan kenormalan baru tersebut.

"Bahkan, kami sampai saat ini terus mempersiapkan berbagai hal, termasuk aktivitas belajar mengajar di sekolah. Walau pemerintah melalui Mendikbud berencana untuk membuka kembali sekolah pada tanggal 13 Juli, kita di Kalbar belum tentu siap dan saya berencana mau mengundurkan hingga Agustus supaya sekolah-sekolah bisa betul-betul siap," tuturnya.

Sampai hari ini, ujarnya, kasus konfirmasi positif COVID-19 di Kalbar sebanyak 267 orang dan yang paling banyak itu Pontianak, yaitu 40,8 persen atau 109 orang dan hari ini ada tambahan empat orang pasien yang sembuh.

Untuk penyembuhan pasien COVID-19 di Kalbar, mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu meminta, seharusnya masing-masing dinas kesehatan bertanya kepada dinas yang terbukti berhasil menyembuhkan banyak pasien, diberi apa pasiennya, karena obatnya standar sama saja, dan yang perlu diperhatikan sebenarnya adalah menu makanannya.

"Saya ambil contoh, misalnya di rumah susun ada orang yang sudah 71 hari belum sembuh-sembuh, lalu saya minta menunya apa yang diberi dan ternyata ini tidak standar dan kamiganti dengan menu yang biasa diberikan di Sudarso dan alhamdullillah dalam waktu satu minggu rumah susun itu bisa kosong. Jadi imunitas tubuh seseorang itu penting dan di sinilah kami melihat mampukah dinas kesehatan setempat atau pemdanya berinovasi dalam menangani COVID-19," kata Sutarmidji.

Menurutnya, jika pemda tidak bisa berinovasi dan tidak serius, apalagi untuk menghadapi kenormalan baru, dirinya khawatir pada masa kenormalan baru ini, bukan banyak masyarakat yang terhindar, justru sebaliknya.

"Kemudian untuk di Kota Pontianak sudah turun lagi hasil yang reaktif, jadi tidak sampai 100 dan ini menunjukkan Kota Pontianak itu ke depannya bisa landai. Kemudian, untuk tes cepat ini sangat perlu untuk mencari orang-orang yang terpapar virus, virusnya belum tentu virus corona dan ketika reaktif kemudian diswab PCR dan kelihatan positif COVID atau tidak," tuturnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement